Grafiti di salah satu jalanan Beirut pasca aksi demonstrasi. unsplash/brianwertheim
Berdasarkan hukum kenegaraan di Lebanon, hinaan terhadap presiden dan pemerintahannya dapat mendapat hukuman selama dua tahun penjara, namun hanya sesekali digunakan.
Sedangkan di bawah pemerintahan Presiden Aoun, penggunaan hukum tersebut meningkat dengan pesat.
Aya Majzoub, seorang anggota peneliti di Human Rights Watch mengatakan, Biro Kejahatan Dunia Maya di bawah Badan Keamanan Internal Lebanon telah meningkatkan penggunaan hukum tersebut hingga 325 per sen di tahun 2015 hingga 2018.
Majzoub juga mengatakan bahwa tindakan tersebut sejatinya telah melanggar sejumlah perjanjian internasional yang telah disepakati Lebanon, termasuk Perjanjian Kovenan Internasional terkait Hak Sipil dan Politik.
“Yang lebih mengkhawatirkan adalah, jaksa penuntut umum mengatakan bahwa ia akan menginvestigasi siapa pun yang menghina presiden, sedikit berbeda dari presiden sendiri yang mengatakan bahwa ia secara pribadi dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang. Dengan meningkatnya penangkapan aktivis yang protes akhir-akhir ini, pernyataan tersebut dapat menghancurkan harapan bahwa para pimpinan Lebanon benar-benar peduli dan menghormati kebebasan berpendapat rakyat”, kata Majzoub, seperti dikutip dari The National.
Meski seringkali Lebanon dipandang sebagai salah satu negara Arab yang paling bebas, namun sejumlah tokoh politik dan religius negara tersebut telah banyak menggunakan dalih kejahatan fitnah dan penghinaan sebagai alat anti-kritik.
Kantor berita resmi Lebanon melaporkan pada tanggal 15 Juni lalu bahwa para jaksa penuntut umum telah memerintahkan agen keamanannya untuk menginvestigasi tulisan-tulisan di media sosial yang dianggap ofensif dan menghina presiden. Perintah tersebut didasarkan bahwa hukum kejahatan fitnah dan penghinaan yang dapat diberi hukuman hingga dua tahun penjara.