bendera Nepal. (unsplash.com/Walter Coppola)
Wali Kota Kathmandu, Balendra Shah, yang populer di kalangan anak muda, mengatakan, protes ini sebagai gerakan otentik Gen Z.
“Kami telah menegaskan, ini murni gerakan Gen Z,” tulisnya di Facebook.
Anak muda Nepal yang jumlahnya hampir setengah dari populasi, kini memimpin gelombang protes. Mereka membawa isu-isu seperti kebebasan berekspresi, keadilan sosial, pemberantasan korupsi, dan perubahan politik yang lebih transparan.
Menurut statistik, sekitar 43 persen penduduk Nepal berusia 15–40 tahun, sementara tingkat pengangguran mencapai 10 persen. Banyak dari mereka merasa tak punya masa depan karena lapangan kerja terbatas dan ekonomi stagnan.
Nepal sudah lama bergulat dengan instabilitas. Negara ini baru menjadi republik pada 2008 setelah mengakhiri perang saudara selama satu dekade yang menewaskan lebih dari 17 ribu orang. Monarki dihapus dan sistem federal diadopsi.
Namun sejak itu, kursi perdana menteri berganti-ganti dengan cepat, sering kali akibat konflik internal partai. Publik menilai para politisi sibuk tawar-menawar kekuasaan, sementara rakyat hidup dalam kesulitan.
PDB per kapita Nepal hanya sekitar 1.447 dolar AS atau sekitar Rp23 juta, salah satu yang terendah di Asia Selatan. Ketimpangan sosial makin terasa ketika video kehidupan mewah keluarga pejabat beredar luas.