Jakarta, IDN Times - Kuasa hukum bagi korban pembunuhan George Floyd, Benjamin Crump, menuding polisi yang telah menewaskan kliennya, sudah melakukan pembunuhan berencana. Tudingan itu didasarkan pada fakta pelaku, Derek Chauvin terekam kamera sudah menindih leher kliennya selama hampir sembilan menit. Padahal, di dalam video itu, Floyd sempat terdengar memohon agar dilepaskan karena ia tak bisa bernafas.
Menurut Crump, Chauvin sudah sepantasnya didakwa melakukan pembunuhan tingkat pertama. Tetapi, jaksa justru mendakwanya melakukan pembunuhan tingkat tiga. Kini, ia dihadapi pada pekerjaan berat apakah Chauvin memiliki niat sejak awal ingin membunuh pria kulit hitam berusia 46 tahun tersebut.
"Kami pikir ia sudah memiliki niat (untuk membunuh Floyd). Hampir sembilan menit ia tetap membiarkan lututnya di atas leher seorang pria yang sudah memohon dan meminta dilepaskan karena tak bisa bernafas," ungkap Crump ketika diwawancarai stasiun berita CBS News pada (31/5) kemarin.
Akibat kematian Floyd yang disaksikan oleh dunia melalui video penahanannya yang viral memicu aksi unjuk rasa di Minneapolis, kota tempat Floyd bermukim. Dari Minneapolis, aksi unjuk rasa menuntut agar keadilan bagi Floyd ditegakan sudah menyebar ke 40 kota lainnya di Amerika Serikat. Bahkan, warga di beberapa negara pun turut menggelar aksi demonstrasi serupa.
"Bahkan, petugas Chauvin tetap membiarkan lututnya di atas leher klien kami selama hampir tiga menit usai ia tak sadarkan diri. Kami tidak mengerti mengapa tindakan semacam ini tidak dinyatakan pembunuhan tingkat satu," kata dia lagi dan dikutip stasiun berita BBC.
Lalu, bukti apa lagi yang dimiliki oleh kuasa hukum agar ancaman hukuman bagi Chauvin bisa lebih berat?