Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
para jurnalis di Gaza (Al Jazeera English, CC BY-SA 2.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/2.0>, via Wikimedia Commons)
para jurnalis di Gaza (Al Jazeera English, CC BY-SA 2.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/2.0>, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Jumlah jurnalis Palestina yang tewas bertambah jadi 240 orang, termasuk enam jurnalis yang dibunuh Israel awal bulan ini.

  • Israel didesak izinkan jurnalis asing masuk ke Gaza oleh Koalisi Kebebasan Media dan 27 negara lainnya.

  • Lebih dari 62 ribu warga Palestina tewas akibat serangan Israel, dengan lebih dari 280 orang meninggal karena kelaparan dan malnutrisi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Satu lagi jurnalis Palestina tewas dibunuh oleh tentara Israel di Gaza utara. Serikat Jurnalis Palestina melaporkan bahwa Khaled al-Madhoun, juru kamera yang bekerja untuk saluran resmi Palestine TV, tewas ditembak saat meliput di wilayah Zikim.

Insiden ini terjadi pada Sabtu (23/8/2025), ketika Al-Madhoun tengah meliput di lokasi tempat warga Palestina sedang berkumpul untuk mendapatkan bantuan.

Serikat Jurnalis Palestina mengutuk pembunuhan tersebut, menyebutnya sebagai bagian dari kampanye sistematis terhadap jurnalis yang bertujuan membungkam suara warga Palestina. Kelompok ini juga menegaskan bahwa para jurnalis di Gaza tetap berkomitmen menjalankan tugas mereka meski menghadapi bahaya, dilansir dari Anadolu.

1. Jumlah jurnalis yang tewas di Gaza bertambah jadi 240 orang

Dengan kematian al-Madhoun, kantor media pemerintah di Gaza menyebutkan bawah jumlah jurnalis Palestina yang terbunuh di wilayah tersebut sejak Oktober 2023 kini bertambah menjadi 240 orang.

Israel sebelumnya juga membunuh enam jurnalis, termasuk lima dari Al Jazeera, awal bulan ini. Mereka tewas setelah serangan udara menghantam tenda mereka di dekat Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.

Terlepas dari kecaman internasional, junalis di Gaza terus menjadi sasaran serangan, penangkapan dan ancaman oleh Israel. Pengamat menilai tindakan tersebut merupakan upaya untuk membungkam pemberitaan mengenai perang di Gaza.

2. Israel didesak izinkan jurnalis asing masuk ke Gaza

Pekan ini, Koalisi Kebebasan Media mengeluarkan pernyataan yang mendesak Israel agar segera memberikan akses bagi media asing independen ke Gaza serta menjamin perlindungan bagi pekerja media di wilayah tersebut. Sebanyak 27 negara, termasuk Inggris, Prancis, Jerman dan Australia, turut menandatangani pernyataan itu.

Sejak perang meletus pada Oktober 2023, Israel melarang jurnalis internasional masuk secara independen ke Jalur Gaza. Sebagian hanya diperbolehkan masuk melalui akses terbatas yang dikendalikan oleh militer Israel, dilansir dari BBC.

"Akses ke zona konflik sangat penting untuk menjalankan peran ini secara efektif. Kami menentang segala upaya membatasi kebebasan pers dan melarang masuknya jurnalis selama konflik," demikian pernyataan dari kelompok yang mengadvokasi hak dan perlindungan jurnalis tersebut.

3. Lebih dari 62 ribu warga Palestina tewas akibat serangan Israel

Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 62 ribu warga Palestina dan melukai 157 ribu lainnya selama hampir dua tahun perang di Gaza. Serangan militer dan blokade juga menghancurkan wilayah tersebut dan menyeret penduduknya ke ambang kelaparan. Hingga kini, lebih dari 280 orang, termasuk lebih dari 110 anak-anak, dilaporkan meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi.

Pada awal Maret, Israel menutup seluruh penyeberangan ke Jalur Gaza, menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. Blokade baru dilonggarkan pada akhir Mei, dengan distribusi bantuan dialihkan ke Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), lembaga yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat (AS) namun ditolak oleh PBB dan sejumlah kelompok bantuan.

Sejak GHF mulai beroperasi, sebanyak 2.095 orang telah tewas ditembak oleh tentara Israel dan lebih dari 15 ribu lainnya terluka saat mengantre bantuan. Masyarakat Palestina dan kelompok hak asasi internasional pun untuk menggambarkan mekanisme distribusi bantuan oleh GHF sebagai perangkap maut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team