PM Israel Benjamin Netanyahu (tengah) direncanakan pergi ke AS setelah kunjungannya ke Arab. Instagram.com/b.netanyahu.
Keputusan Netanyahu untuk melakukan lockdown menimbulkan demonstrasi di depan rumahnya. Demonstrasi ini bukanlah yang pertama. Selama 3 bulan terakhir, masyarakat telah menuntut Netanyahu untuk turun dari jabatannya akibat skandal korupsi yang menimpa dirinya dan respons terhadap COVID-19 yang dianggap kurang.
PM berusia 70 tahun ini dilaporkan menerima hadiah dan sejumlah uang dari taipan. Persidangan mengenai kasus ini dibuka pada bulan Mei lalu dan akan dilanjutkan pada Januari 2021 mendatang. Dilansir dari Al Jazeera, Netanyahu menyangkal tuduhan korupsi dan mengatakan bahwa isu ini merupakan akal-akalan yang bertujuan untuk menggulingkan dirinya.
Kepada The New York Times, Orit Galili-Zucker selaku mantan penasihat strategi Netanyahu mengatakan bahwa segala skandal dan krisis kepercayaan yang diterima oleh PM tersebut membuat penanganan COVID-19 tidak maksimal. "Politik Israel sangat memengaruhi negara dalam memerangi virus. Ini sangat menyedihkan", jelas Zucker.
Di lain sisi, pengunjuk rasa mengungkit kembali perilaku Netanyahu dan Presiden Reuven Rivlin yang melanggar aturan lockdown di hari-hari terakhir kebijakan tersebut diberlakukan pada Mei lalu. "Saya akan mengikuti aturan jika pemerintah juga mengikutinya, atau jika saya melihat PM mengikuti aturan", ucap salah satu demonstrator.
Selain itu, masyarakat juga mengangkat isu perekonomian Israel yang terpuruk akibat pandemi. Sejauh ini, Israel telah menyentuh angka pengangguran sebesar 20 persen. Amarah masyarakat memuncak ketika mengetahui bahwa Netanyahu dan keluarganya akan pergi ke AS setelah kunjungannya ke Arab dalam rangka menjalin hubungan diplomatik dengan Bahrain.
Salah satu pengunjuk rasa berpendapat bahwa perjalanan Netanyahu ke AS tidak dapat dipahami. Menurutnya, ongkos untuk menerbangkan PM beserta keluarganya dapat menghidupi banyak orang yang menganggur saat ini.