Ilustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)
Dilansir Rueters, Terry dilaporkan telah menganjurkan posisi kebijakan Korsel, mengungkapkan informasi pemerintah AS yang bersifat rahasia kepada perwira intelijen Korsel, dan memfasilitasi akses bagi pejabat pemerintah negara Asia itu ke mitra mereka di AS.
Sebagai imbalannya, mantan pegawai Gedung Putih itu menerima tas tangan mewah Bottega Veneta dan Louis Vuitton, mantel Dolce & Gabbana, makan malam di restoran berbintang Michelin, dan lebih dari 37 ribu dolar AS (Rp597,6 juta) dalam pendanaan "rahasia" untuk program kebijakan publik tentang urusan Korea yang dijalankannya.
Dakwaan tersebut memuat gambar kamera pengintai Terry yang sedang menunggu atau membawa tas hadiah saat petugas membayar di toko Bottega Veneta dan Louis Vuitton di Washington, masing-masing pada 2019 dan 2021.
Pelanggaran ini dimulai pada 2013, dua tahun setelah meninggalkan pekerjaan di pemerintahan AS. Aksinya diduga berlangsung selama satu dekade, bahkan setelah agen FBI memperingatkannya pada 2014. Intelijen Korsel diduga mencoba menawarkan bayaran secara diam-diam.
Dakwaan juga menuduh Terry telah menerbitkan beberapa opini atas permintaan pejabat Seoul, termasuk pada April 2023 ketika dia menerima bayaran 500 dolar AS (Rp8 juta) untuk menulis artikel yang memuji hasil pertemuan puncak antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol untuk sebuah surat kabar Korsel.