Sebuah cuitan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump tentang Duta Besar AS untuk Ukraina Marie Yovanovitch ditampilkan saat kesaksiannya sebelum sidang Komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat yang menjadi bagian tuntutan pemakzulan terhadap Trump di Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, pada 15 November 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts/Pool
Dalam beberapa waktu terakhir Zuckerberg disorot setidaknya karena dua hal. Pertama, kebijakan untuk mengizinkan iklan kampanye politik walau mengandung klaim menyesatkan atau keliru di Facebook. Jika dirunut, ini tak lepas dari skandal Cambridge Analytica di mana Facebook membiarkan puluhan juta data pengguna digunakan untuk kepentingan kampanye, salah satunya oleh Trump.
Kedua, karena ia memprotes rencana pajak kekayaan kandidat calon presiden dari Partai Demokrat, Elizabeth Warren. Sebuah transkrip pertemuan Facebook yang bocor pada Juli lalu mengungkap Zuckerberg berkat bahwa dirinya akan melawan Warren jika terpilih dan menarget perusahaannya.
Warren sendiri mengolok-olok Facebok dengan memasang iklan palsu pada 12 Oktober lalu. Dalam iklan tersebut, Warren seakan memberikan informasi bahwa Zuckerberg dan Facebook "baru saja mendukung Donald Trump agar terpilih kembali" pada Pemilu 2020.
Ia pun mengoreksi bahwa unggahan itu tidak benar. "Facebook sudah membantu memilih Donald Trump sekali. Kini mereka sengaja membiarkan kandidat untuk membohongi rakyat Amerika Serikat," tulisnya, lalu menambahkan bahwa "sekarang saatnya menuntut pertanggung jawaban" Zuckerberg.