Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi ikan segar. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Ilustrasi ikan segar. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • China mengancam embargo seafood Jepang

  • Ancaman berdampak pada sektor pariwisata dan perdagangan Jepang

  • Pernyataan Takaichi memicu reaksi keras Beijing

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - China kembali melontarkan ancaman ekonomi terhadap Jepang, kali ini dengan menyatakan tidak ada lagi pasar untuk produk seafood Jepang di negeri itu. Peringatan itu disampaikan Beijing di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik menyusul pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi terkait kemungkinan respons militer Jepang jika China menyerang Taiwan.

Pernyataan Takaichi di parlemen, yang menyebut serangan China terhadap Taiwan sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang, memicu gelombang kecaman berhari-hari dari Beijing. Taiwan adalah isu paling sensitif bagi China, dan setiap indikasi dukungan militer pada Taipei dipandang sebagai pelanggaran garis merah.

Sejak pernyataan itu, China dan media resminya rutin mengeluarkan kritik keras terhadap Takaichi sekaligus menekan Jepang melalui ancaman ekonomi. Ancaman terbaru datang lewat sektor seafood, komoditas yang pernah menjadi titik panas hubungan kedua negara.

Situasi ini memicu kekhawatiran di Tokyo bahwa Beijing bersiap melangkah lebih jauh, terutama karena industri pariwisata dan perdagangan Jepang mulai merasakan dampaknya dalam sepekan terakhir.

1. China isyaratkan tekanan ekonomi baru

bendera China (Pexels.com/J.D Books)

China memanfaatkan forum konferensi pers rutin untuk menyampaikan peringatannya terhadap Jepang. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menegaskan sentimen publik China telah memburuk tajam terhadap Jepang akibat komentar Takaichi.

“Karena pernyataan keliru yang dibuat Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengenai isu penting Taiwan, kemarahan publik di China sangat kuat. Dalam kondisi seperti ini, bahkan jika seafood Jepang diekspor ke China, tidak akan ada pasarnya,” kata Mao dikutip dari CNN, Jumat (20/11/2025). Ucapannya dipandang sebagai sinyal ancaman embargo baru.

Pernyataan itu muncul setelah laporan NHK dan Kyodo menyebut China telah memberi tahu Tokyo mengenai rencana pelarangan impor seafood. Namun, pemerintah Jepang mengatakan tidak menerima pemberitahuan resmi. “Belum ada konfirmasi dari pemerintah China,” ujar Kepala Sekretaris Kabinet Minoru Kihara.

Walau tidak mengonfirmasi larangan, respons Mao membuka ruang kemungkinan bahwa langkah pembalasan memang tengah disiapkan. Ia memperingatkan, “Jepang harus mencabut pernyataan kelirunya dan mengambil langkah konkret untuk menjaga fondasi politik hubungan China–Jepang, jika tidak China tidak punya pilihan selain mengambil tindakan lebih lanjut.”

2. Dampak mengular ke sektor perjalanan dan bisnis

Ancaman terhadap pengusaha Jepang datang tidak lama setelah Beijing meminta warganya menghindari perjalanan ke Jepang. Meski bersifat imbauan, efeknya langsung terasa. China adalah sumber wisatawan terbesar Jepang. Tercatat lebih dari 7,5 juta orang datang antara Januari–September tahun ini.

Beberapa maskapai besar China, termasuk Air China, China Eastern, dan China Southern, segera menawarkan pengembalian dana atau perubahan jadwal gratis untuk penerbangan ke Jepang. Langkah itu dipandang sebagai sinyal bahwa arus wisatawan dari China bisa terhenti sewaktu-waktu.

Dunia usaha pun mulai mencatat kerugian. East Japan International Travel Service, operator tur berbasis di Tokyo, melaporkan pembatalan hingga 70 persen untuk sisa tahun ini.

“Itu kerugian besar bagi kami,” kata Wakil Presiden Yu Jinxin. Ia menegaskan, turis China adalah tulang punggung bisnis mereka.

Menurut Yu, perusahaan bisa bertahan dalam dampak jangka pendek, tetapi jika tensi diplomatik berlangsung lama, tekanan finansial akan “sangat besar”. Situasi itu menambah kekhawatiran bahwa perselisihan politik dapat menular ke berbagai sektor ekonomi Jepang.

3. Pernyataan Takaichi dan reaksi Beijing

PM Jepang Sanae Takaichi dan Presiden China Xi Jinping (首相官邸ホームページ, CC BY 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/4.0>, via Wikimedia Commons)

Penyebab memanasnya situasi berawal dari jawaban Takaichi di parlemen yang menempatkan Taiwan dalam konteks ancaman langsung terhadap keamanan nasional Jepang. Para pendahulunya menghindari bahasa seperti itu untuk tidak memicu respons negatif dari China, mitra dagang terbesar Jepang.

Takaichi dikenal sebagai figur garis keras yang mendorong penguatan kemampuan pertahanan Jepang. Ia mengunjungi Taiwan tahun ini, sebelum menjadi perdana menteri, dan menyerukan kolaborasi menghadapi tantangan pertahanan, yang juga dikecam Beijing.

Dalam sejumlah kesempatan, ia menyinggung peningkatan aktivitas militer China di kawasan. Pada KTT APEC, Takaichi bertemu perwakilan Taiwan, langkah yang kembali memicu kemarahan Beijing. Di forum yang sama, ia bertemu Presiden Xi Jinping dan menyampaikan permintaan agar China kembali membuka impor daging sapi dan seafood Jepang.

Latar pernyataan-pernyataan itu membuat komentar Takaichi di parlemen semakin sensitif di mata Beijing, yang menilai Tokyo mulai mendekatkan posisi strategisnya dengan Taiwan.

Editorial Team