New York, IDN Times – Sidang Majelis Umum ke-78 Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) menjadi momen bagi negara berkembang untuk naik kelas, apakah secara ekonomi atau politik. Gongnya adalah kritik Sekjen PBB, Antonio Guterres, terhadap tata kelola global yang dianggap sudah usang.
Organisasi internasional, sebagai perwujudan dari multilateralisme, tidak mampu menghadapi krisis modern, seperti pandemik COVID-19, perang Rusia-Ukraina, hingga krisis iklim.
Pihak yang dirugikan dari semua itu adalah negara berkembang. Sebut saja pandemik, di mana negara berkembang kesulitan untuk mengembangkan vaksin karena urusan hak cipta. Atau perang Rusia-Ukraina yang berdampak terhadap pasokan gandum dan pupuk. Sama seperti krisis iklim, ketika negara berkembang harus merasakan pemanasan global imbas aktivitas industri negara maju dan insentif iklim yang tak kunjung cair.
“Dunia kita menjadi tidak terkendali. Ketegangan geopolitik dan tantangan global semakin meningkat. Dan kita tampaknya tidak mampu bersatu untuk merespons,” kata Guterres dalam sambutannya di SMU PBB.
“Dunia telah berubah, tapi institusi kita belum melakukannya. Kita tidak dapat mengatasi masalah secara efektif jika lembaga-lembaga tidak mencerminkan dunia sebagaimana adanya. Alih-alih menyelesaikan masalah, mereka malah berisiko menjadi bagian dari masalah. Dan memang benar, perpecahan semakin mendalam. Terpecah antara kekuatan ekonomi dan militer, terbagi antara Utara dan Selatan, Timur dan Barat,” tambah dia.