Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz (Adi Cohen Zedek (עדי כהן צדק), CC BY-SA 3.0 , via Wikimedia Commons)
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz (Adi Cohen Zedek (עדי כהן צדק), CC BY-SA 3.0 , via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Menteri Pertahanan Israel memerintahkan IDF merebut wilayah Gaza jika Hamas tak bebaskan sandera
  • Israel akan melanjutkan Operasi 'Kekuatan dan Pedang' hingga Hamas membebaskan para sandera, dengan ancaman kehilangan wilayah lebih banyak
  • Pemerintahan AS mendukung keputusan militer Israel, pendekatan berbeda dari pemerintahan Biden yang memberi tekanan pada Israel untuk membatasi korban sipil di Gaza
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz memerintahkan Pasukan Pertahanan (IDF) untuk merebut lebih banyak wilayah Gaza. Perintah ini akan terus berlaku jika Hamas tetap menolak membebaskan para sandera.

Awal pekan ini, IDF melanjutkan perang di Gaza usai gencatan senjata selama hampir dua bulan. Selama gencatan senjata, 33 sandera Israel dibebaskan.

"Jika organisasi teroris Hamas terus menolak membebaskan para sandera, saya telah menginstruksikan IDF untuk merebut wilayah tambahan, sambil mengevakuasi penduduk, dan memperluas zona keamanan di sekitar Gaza untuk melindungi masyarakat Israel dan tentara IDF, melalui kendali permanen Israel atas wilayah tersebut," kata Katz, dilansir dari Fox News, Jumat (21/3/2025).

Katz mengancam, jika Hamas terus menolak pembebasan sandera, maka akan lebih banyak kehilangan wilayah.

1. Jika Israel nekat, status quo di Gaza bisa hilang

Serangan Israel ke Gaza pada 5 Februari 2025. (dok. X/@Timesofgaza)

Jika Israel menindaklanjuti ancaman Katz untuk aneksasi sebagian, itu akan menjadi perubahan terbesar menuju status quo di Gaza dalam hampir 20 tahun.

Pada 2005, Israel mengevakuasi Gaza dan bahkan mengirim IDF untuk secara fisik membawa warga Israel keluar dari rumah mereka. Setahun kemudian, Hamas mengambil alih kendali dan telah memerintah Jalur Gaza sejak saat itu.

Katz juga mengatakan bahwa Israel akan melanjutkan Operasi 'Kekuatan dan Pedang' dengan intensitas yang meningkat hingga Hamas membebaskan para sandera.

Selain itu, ia menegaskan kepatuhan Israel terhadap proposal yang diajukan oleh Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff, yang melibatkan pemindahan semua sandera, baik yang hidup maupun yang mati, dari Gaza dalam dua tahap.

2. Neraka yang harus dibayar

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Elon Musk. (dok. X/@POTUS)

Pemerintahan Amerika Serikat, Donald Trump mendukung keputusan militer Israel. Ini adalah pendekatan yang sangat berbeda dari yang diambil oleh pemerintahan Biden, yang mendukung Israel secara militer dan diplomatik, tetapi juga memberi tekanan pada negara itu untuk membatasi korban sipil di Gaza.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt mengatakan, Trump sepenuhnya mendukung Israel dan IDF dalam tindakan yang telah mereka ambil dalam beberapa hari terakhir. "Presiden sebelumnya memperingatkan Hamas bahwa akan ada neraka yang harus dibayar jika para sandera tidak dibebaskan," kata Leavitt.

3. Israel hadapi kekacauan internal

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (DedaSasha, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

Saat berperang melawan Gaza, Israel juga mengalami kekacauan internal. Hari ini, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan pemungutan suara untuk memecat kepala Shin Bet, FBI versi Israel, telah disahkan.

Kepala Shin Bet saat ini Ronen Bar akan menjabat hingga 10 April, tetapi itu bisa berubah tergantung kapan penggantinya ditemukan. Netanyahu mengklaim bahwa dia tidak bisa mempercayai Bar, menurut pernyataan dari juru bicaranya yang dikutip oleh Axios.

Dalam sebuah surat yang didistribusikan oleh Shin Bet, Bar menolak klaim tersebut dan mengatakan motif di balik pemecatannya tidak berdasar. Sementara itu, Mahkamah Agung Israel mengeluarkan perintah sementara yang mencegah pemecatan Bar, yang akan tetap berlaku sampai pengadilan dapat mendengarkan petisi terhadap pemecatan tersebut.

Editorial Team