Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony J. Blinken ketika menerima wawancara eksklusif dengan IDN Times pada 14 Desember 2021. (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony J. Blinken, menyatakan dengan tegas bahwa klaim sepihak China hingga ke perairan Laut Natuna Utara tidak bisa dibenarkan. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan hukum laut internasional (UNCLOS).

Pernyataan Blinken itu untuk menanggapi protes yang dilayangkan oleh Negeri Tirai Bambu kepada Indonesia karena melakukan pengeboran di lepas pantai Natuna Utara pada pertengahan tahun ini.

"Ada aturan dan hukum internasional. Ada pula aturan hukum di laut dan kita semua harus mematuhi itu. Sayangnya China membuat klaim seperti itu yang tidak kami dukung atau benarkan di dalam hukum internasional," ungkap Blinken dalam wawancara eksklusif dengan IDN Times di Jakarta, Selasa (14/12/2021). 

Ia menambahkan, klaim sepihak China yang disebut sembilan garis putus-putus, dinilai Blinken menjadi salah satu elemen yang menyebabkan ketidakstabilan di kawasan Indo Pasifik. Padahal, kata dia, semua pihak yang berada di kawasan Indo-Pasifik memiliki kepentingan yang kuat untuk menjaga stabilitas di area tersebut. 

Dengan begitu, perdagangan bisa berjalan dengan lancar dan tanpa konflik. "Meski harapan saya, kita semua, termasuk China akan mengikuti aturan dan pemahaman yang telah disepakati sesuai dengan aturan hukum internasional. Bila kita semua melakukan itu, maka kawasan yang bebas dan terbuka bisa terwujud," tutur dia lagi. 

Negeri Paman Sam kemudian melakukan operasi militer untuk memastikan kebebasan navigasi tetap terjaga di Laut China Selatan. Dikutip dari laporan Reuters, sejak awal Januari 2021 lalu, Angkatan Laut AS ditugaskan ke LCS.

Armada laut tersebut dipimpin oleh kapal induk Theodore Roosevelt. Mereka memasuki kawasan LCS untuk mengampanyekan kebebasan di wilayah laut. Apakah ini berarti AS dan China sewaktu-waktu bisa terlibat dalam konflik terbuka?

1. AS tak ingin terlibat konflik perang terbuka dengan China

Suasana latihan militer di Laut Cina Selatan yang melibatkan dua Kapal Induk AS, USS Theodore Roosevelt dan USS Nimitz, pada 9 Februari 2021. twitter.com/USPacificFleet

Ketika dikonfirmasi kepada Blinken, ia mengatakan AS tak ingin dan tidak memiliki kepentingan untuk berkonfrontasi terbuka dengan China. Hal itu bahkan menjadi salah satu topik pembicaraan ketika Presiden Joe Biden melakukan pertemuan virtual dengan Presiden Xi Jinping pada November 2021 lalu. Meski Gedung Putih menegaskan Biden tak menganggap Xi sebagai kawan lamanya dalam pertemuan virtual tersebut. 

"Itu (konflik terbuka) akan berakibat buruk bagi siapapun. Itu (konflik terbuka) bukan sesuatu yang kami inginkan dan bukan sesuatu yang kami cari pula. Kami memutuskan untuk tetap mengelola secara efektif (agar tidak ada konflik)," ungkap pria yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menlu itu. 

Tetapi, AS seolah ingin memprovokasi China. Sebab, pada Februari 2021 lalu, Angkatan Laut AS melakukan latihan militer di Laut China Selatan. Bahkan, latihan militer itu melibatkan dua kapal induk sekaligus, yakni USS Theodore Roosevelt dan USS Nimitz.

Latihan ganda tersebut merupakan yang pertama digelar di kawasan yang tengah menjadi topik persengketaan oleh sejumlah negara di kawasan Indo-Pasifik. Beijing kemudian memprotes latihan militer tersebut. 

Dikutip dari Radio Free Asia (RFA), China kemudian merespons latihan bersama itu dengan melakukan latihan militer serupa di bagian barat Semenanjung Leizhou, Guangzhou dan utara Pulau Hainan. Latihan militer itu dilakukan militer Negeri Tirai Bambu selama satu bulan penuh pada Maret lalu. 

2. Menlu Blinken bantah kunjungannya ingin mengimbangi pengaruh China di Indonesia

Editorial Team

Tonton lebih seru di