Menlu Tiongkok Bicara Tentang Uighur, Hong Kong dan Taiwan

Beijing, IDN Times - Pada hari Minggu, 7 Maret Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi melakukan konferensi pers tahunannya di Kongres Rakyat Nasional di Beijing. Dalam kongres tersebut Wang Yi membahas berbagai hal sensitif terkait Tiongkok, beberapa di antaranya tentang etnis Uighur di Xinjiang, Taiwan yang dianggap merupakan bagian dari wilayah Tiongkok dan mengenai Hong Kong.
1. Tiongkok telah menghadapi tuduhan genosida terhadap Etnis Uighur
Melansir dari BBC, Tiongkok telah lama dituduh melakukan sterilisasi paksa terhadap etnis Uighur di Xinjiang yang mayoritas beragama Islam. Uighur di Xinjiang banyak yang ditahan di kamp-kamp pendidikan, yang disebut tempat pelatihan kejuruan dan bertujuan untuk memberantas ekstremisme. Dalam investigasi BBC menunjukkan bahwa orang Uighur telah melakukan kerja paksa dan dan menduga adanya pemerkosaan dan penyiksaan sistematis. Karena laporan itu BBC dilarang melakukan siaran di Tiongkok. AS pernah menggambarkan perlakuan terhadap Uighur di Xinjiang sebagai genosida, seperti yang dilakukan oleh parlemen Kanada dan Belanda.
Wang Yi menyampaikan dalam konferensi pers bahwa anggapan dari banyak negara tentang adanya genosida terhadap etnis Uighur adalah salah. Dia menyarankan agar orang berkunjung ke Xinjiang untuk mengetahui kebenarannya.
"Apa yang disebut 'genosida' di Xinjiang sangat tidak masuk akal. Itu adalah rumor dengan motif tersembunyi dan kebohongan total. Ketika berbicara tentang 'genosida', kebanyakan orang berpikir tentang penduduk asli Amerika Utara di abad ke-16, budak Afrika di abad ke-19, Yahudi di abad ke-20, dan penduduk asli Australia yang masih bertempur hingga hari ini."
Melansir dari Politico, terkait adanya dugaan kerja paksa yang menimpa etnis Uighur telah menghambat hubungan kerja sama dengan Uni Eropa (UE). kerja paksa telah menjadi poin penting bagi Parlemen Eropa, yang akan mengkaji pakta investasi UE-Tiongkok secara mendetail. Kesepakatan, yang dicapai pada Desember tahun lalu masih gagal untuk mengatasi kekhawatiran atas kondisi tenaga kerja Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
Dalam kesepakatan itu, Tiongkok setuju untuk melakukan "upaya berkelanjutan dan berkelanjutan" untuk menyesuaikan ratifikasi dua klausul International Labor Organization (ILO) tentang kerja paksa.
Dalam konferensi tersebut Wang memuji UE karena telah memberikan "sinyal positif" kepada dunia meskipun ada pandemi. Mengenai komitmen Tiongkok untuk menangani kerja paksa sebagai bagian dari pakta UE, ia mengatakan, “saya dapat memberi tahu Anda dengan jelas bahwa Tiongkok akan memenuhi semua komitmen yang dibuat dalam perjanjian, termasuk upaya untuk memajukan penandatanganan konvensi ILO yang relevan. Selama Tiongkok dan UE bekerja sama secara otonom dan independen, kami dapat membuat banyak pencapaian besar. Tidak ada niat Tiongkok yang ingin membuat perpecahan antara AS dan Eropa. Pada saat yang sama, Tiongkok senang melihat UE memperkuat otonomi strategisnya."
Dalam acara itu Wang juga menyampaikan harapannya agar bisa bekerja sama dengan AS jauh lebih baik lagi.