Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendungan (Pexels.com/Frans van Heerden)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed, pada Minggu (10/9/2023), mengumumkan telah menyelesaikan pengisian Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD), bendungan raksasa yang kontroversial. Pembangunan bendungan itu telah menjadi sumber ketegangan regional dengan Mesir dan Sudan di hilir Sungai Nil.

PM Abiy Ahmed mengatakan, penyelesaian pengisian itu memiliki banyak tantangan, termasuk dari internal dan eksternal. Namun, empat tahap pengisian bendungan raksasa senilai 4,2 miliar dolar atau sekitar Rp64 triliun itu sekarang telah selesai.

Mesir, yang keberatan sejak awal dengan pembangunan bendungan tersebut, mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Addis Ababa adalah ilegal dan dilakukan secara sepihak.

1. Penyelesaian pengisian reservoir

PM Ethiopia Abiy Ahmed (Twitter.com/Abiy Ahmed Ali)

Bendungan raksasa GERD mulai dibangun pada 2011. Namun sejak awal pembangunan, hal itu telah menjadi sumber ketegangan dengan negara tetangga karena dikhawatirkan bakal mengurangi pasokan air di Mesir dan Sudan.

Upaya negosiasi antara tiga negara telah dilakukan beberapa kali tapi belum menemukan titik sepakat. Pada Minggu, secara resmi PM Ethiopia mengumumkan bahwa pengisian bendungan tersebut yang tahap empat atau akhir, telah selesai dilakukan.

"Dengan senang hati saya mengumumkan keberhasilan penyelesaian pengisian (reservoir) bendungan Renaissance yang keempat dan terakhir," kata Abiy Ahmed dikutip dari VOA News.

"Tantangannya banyak sekali, berkali-kali kita diseret ke belakang. Ada tantangan internal dan tekanan eksternal. Kita sampai (tahap ini) dengan menghadapi bersama Tuhan," tambahya.

2. Mesir nilai langkah Ethiopia dilakukan secara sepihak dan ilegal

Ethiopia mengklaim GERD adalah bendungan raksasa terbesar di Afrika. Bendungan itu dibangun sepanjang 1,8 kilometer dengan tinggi 145 meter. Bendungan diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 5 ribu megawatt listrik.

Mesir, yang bergantung sumber air dari sungai Nil, khawatir mereka akan semakin kekurangan air bersih. Negosiasi Ethiopia, Mesir dan Sudan telah dilakukan selama lebih dari 2 tahun dan mengalami kebuntuan. Negosiasi bertujuan mempertimbangkan kepentingan penggunaan air di tiga negara.

Dilansir Deutsche Welle, Kementerian Luar Negeri Mesir pada Minggu menanggapi pengumuman Ethiopia dan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan itu adalah tindakan ilegal dan sepihak.

Namun dalam penjelasannya sejak awal, Addis Ababa mengatakan GERD yang berada di barat laut negara itu tidak akan mengurangi volume air yang mengalir ke hilir Sungai Nil.

3. Kontroversi GERD Ethiopia

ilustrasi bendungan (Unsplash.com/Nicole Geri)

Mesir telah mengalami kelangkaan air bersih yang parah. Kairo menyebut GERD yang dibangun Ethiopia merupakan ancaman besar karena 97 persen kebutuhan airnya bergantung pada pasokan dari hulu Sungai Nil tersebut.

Dilansir France24, PBB mengatakan Mesir bisa kehabisan air bersih pada 2025. Sebagian wilayah Sudan, tempat konflik Darfur terjadi, pada dasarnya adalah perang karena perebutan akses terhadap air.

Sejak awal rencana pembangunan, GERD telah mendapatkan penentangan dari Mesir dan Sudan. Hubungan Ethiopia-Mesir juga semakin memburuk akibat pembangunan itu. Sudan awalnya menentang, tapi kemudian bersikap lebih bersahabat.

Masalah utama dari pertentangan itu yakni peran bendungan dalam mitigasi kekeringan. Saat kemarau, aliran dan volume air Sungai Nil akan menurun dan menyebabkan kekeringan. Kairo berpendapat, Addis Ababa harus melepaskan sebagian air di bendungan tersebut untuk mengatasi kekeringan itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorPri Saja