Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menlu Retno Marsudi (Dok. IDN Times/Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, sikap Indonesia tidak akan berubah dalam memandang isu sengketa wilayah Laut China Selatan (LCS), meski kini mengandalkan kerja sama vaksin COVID-19 dari Tiongkok. Isu tersebut menurut Retno, tidak saling terkait satu dengan yang lain. 

"Saya dapat menjawab dengan tegas, setegas mungkin. Tidak (akan berubah sikap Indonesia). Dua isu tersebut adalah dua hal yang berbeda. Ketika kami bekerja sama, itu bukan sebuah kerja sama yang tidak setara dan hanya menguntungkan satu pihak, dalam hal ini Indonesia," ungkap Retno ketika diwawancara stasiun berita Channel News Asia, Selasa 6 Oktober 2020. 

Menurut Menlu perempuan pertama Indonesia itu, kerja sama yang dijalin antara RI dan Tiongkok dalam pengadaan vaksin COVID-19 adalah kerja sama yang menguntungkan.

"Tiongkok sebagai negara dan perusahaan Tiongkok memang merasakan keuntungan ini. Jadi, keuntungan yang dirasakan dua arah," tutur dia lagi. 

Sejak awal Indonesia selalu lantang mengatakan, bukan termasuk pihak yang ikut dalam sengketa di perairan Laut China Selatan. Namun, sebaliknya, kapal patroli Tiongkok sering wara-wiri di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara. Bahkan, di forum internasional, wilayah ZEE itu diklaim secara sepihak masuk teritori mereka. 

Lalu, apa tanggapan Menlu Retno terhadap klaim sepihak Tiongkok bahwa Laut Natuna Utara masuk teritori Tiongkok? Kapan vaksin dari Tiongkok rencananya tiba di Indonesia?

1. Menlu Retno sebut klaim sembilan garis putus-putus Tiongkok tidak bisa dibenarkan

Menlu Retno Marsudi (Dokumentasi Kemenlu)

Menlu Retno mengatakan, kapal dari negara lain masih dibolehkan melewati perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Tetapi, negara mana pun termasuk Tiongkok tidak bisa secara sepihak mengklaim ZEE Laut Natuna Utara sebagai teritori mereka. 

"Bila tujuannya untuk mengklaim sesuai dengan sembilan garis terputus-putus, maka tentu saja, hal itu tidak dapat dibenarkan. Namun, usai kami berkomunikasi melalui saluran diplomatik, kapal-kapal patroli itu akhirnya pindah (posisi)," ungkap perempuan yang pernah bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu. 

Meski sudah sempat memanggil Wakil Duta Besar Tiongkok di Jakarta untuk meminta penjelasan dan menyampaikan keberatan, namun ia memperkirakan kejadian di Laut Natuna Utara bukan menjadi insiden terakhir. 

"Saya yakin ini bukan kali yang terakhir terjadi. Mungkin peristiwa serupa akan kembali terjadi dan kami akan melanjutkan komunikasi dan kami akan terus memegang teguh prinsip seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya," tutur dia lagi. 

2. RI memilih Sinovac karena perusahaan farmasi itu merespons cepat tawaran Pemerintah Indonesia

Editorial Team

EditorSunariyah

Tonton lebih seru di