“Saya ingin membalas rasa terima kasih saya kepada orang-orang dan sukarelawan yang peduli, yang menjalankan Olimpiade selama masa sulit ini,” kata Kenichiro Fumita, pegulat Greco-Roman asal Jepang. Diiringi tangisan saat mengucapkan permohonan maaf, sebenarnya Fumita pada saat itu baru saja meraih medali perak. Tetapi karena hasil yang didapatkan bukanlah emas, ia pun merasa telah menghancurkan harapan banyak orang terhadapnya. "Saya berakhir dengan hasil yang memalukan ini.. saya benar-benar minta maaf."
Permintaan maaf Fumita adalah satu di antara permintaan maaf lainnya yang datang dari para atlet Jepang baik yang gagal atau berhasil membawa medali sekalipun. Banyak atlet Jepang yang disebutkan menangis selama wawancara pasca-kompetisi, dan pemandangan itu terkadang memilukan.
“Jika anda tidak meminta maaf karena hanya mendapatkan perak, anda mungkin akan dikritik,” ungkap Takuya Yamazaki, seorang pengacara yang mewakili serikat atlet di Jepang. Menurutnya, ada semacam pola pikir yang mengakar di antara atlet Jepang sejak usia dini, bahwa olahraga bukan hanya sekedar permainan untuk diri mereka sendiri. “Khususnya di masa kanak-kanak, ada harapan dari orang dewasa, guru, orang tua, atau orang yang lebih senior lainnya."
Tanggung jawab tersebut kemudian bertambah besar di masa pandemi. Jepang yang menjadi tuan rumah Olimpiade, dihadapkan pada situasi krisis lonjakan kasus COVID-19. Publik skeptis terhadap penyelenggaraan dan penentangan banyak bermunculan. Para atlet mungkin merasa lebih tertekan, sehingga penyesalan mendalam muncul ketika hasil yang diharapkan tidak tercapai. "Saya ingin bertahan sedikit lagi," kata Shoichiro Mukai, anggota tim judo Jepang yang meraih medali perak usai kalah dari Prancis. "Saya sangat menyesal kepada semua orang di tim."