Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera Korea Selatan (unsplash.com/Stephanie Nakagawa)

Jakarta, IDN Times - Tragedi Itaewon di Korea Selatan tahun lalu masih menyisakan trauma mendalam bagi keluarga korban meninggal dan orang-orang yang selamat. Banyak dari mereka mengaku harus menanggung penderitaan mereka sendiri, karena sumber daya pemerintah tidak tersedia atau tidak mencukupi.

159 orang tewas ketika sekitar 100 ribu orang memadati gang sempit di distrik Itaewon, Seoul, untuk menyambut perayaan Halloween pada 29 Oktober 2022. Kondisi yang berdesak-desakan membuat banyak orang mengalami kesulitan bernapas hingga serangan jantung.

Salah seorang korban meninggal dalam tragedi tersebut adalah putri Choi Joung-joo, Yu-jin.

“Istri saya ingin menjalani terapi setelah putri kami meninggal, jadi dia menelepon kantor distrik kami untuk mencari bantuan karena itulah yang diperintahkan kepada kami,” kata Choi, dikutip The Korea Herald.

“Tetapi rasanya mereka tidak tahu bagaimana mereka harus membantunya. Seseorang bahkan bertanya padanya, ‘Jadi, apa yang kamu ingin kami lakukan?’”

Choi dan istrinya akhirnya terpaksa mencari sumber dukungan kesehatan mental mereka sendiri.

1. Banyak penyintas merasa tidak dilindungi oleh pemerintah

Gia Shin, seorang mahasiswa yang selamat dari kerumunan mematikan tersebut, juga harus berjuang sendiri untuk mengatasi traumanya.

“Saya menggunakan platform online kesehatan mental yang mencocokkan saya dengan berbagai terapis. Saya merasa ini adalah pilihan terbaik bagi saya saat itu karena terapi tidak dapat diakses di Korea. Tetapi layanan ini tidak membantu saya, karena terapis yang ada di sana sepertinya tidak tahu tentang tragedi tersebut dan Korea dengan baik," kata Shin.

Ia pun memutuskan berbicara dengan orang-orang di sekitarnya dan teman-teman yang berbagi pengalaman yang sama dengannya.

“Meskipun saya cukup beruntung memiliki keluarga, pasangan, dan teman-teman di Korea yang dapat menghibur saya, saya masih merasakan banyak rasa bersalah dari para penyintas,” katanya.

Korban selamat lainnya, Lee Joo-hyun, mengaku lelah harus terusmembuktikan bahwa dia merupakan korban dari bencana tersebut. Perempuan itu mengalami cedera lutut tahun lalu, dan ia harus menunjukkan surat dokter yang membuktikan bahwa lututnya terluka di tempat kejadian untuk dapat menerima bantuan keuangan dari pemerintah.

“Saya masih merasakan sakit, namun saya berhenti berobat karena pemerintah tidak lagi membiayai biaya pengobatan saya. Tapi sekarang saya harus membuktikan secara resmi bahwa saya memang terluka saat kejadian tahun lalu. Saya selalu perlu menunjukkan surat dokter untuk mendapatkan perlindungan asuransi swasta. Keseluruhan proses ini sangat melelahkan," kata Lee. 

Lee mendefinisikan dirinya sebagai korban tersembunyi dari insiden tersebut, dan mengatakan bahwa dia tidak sendirian.

“Alasan banyaknya korban yang bersembunyi adalah karena korban seperti kami tidak dilindungi oleh pemerintah. Kita harus menjelaskan dan menangani sesuatu yang traumatis yang terjadi pada kita sendiri.”

2. Pemadam kebakaran dan polisi juga terdampak oleh tragedi itu

Editorial Team

EditorFatimah

Tonton lebih seru di