Proses pembuatan vaksin COVID-19 oleh Pfizer (Facebook.com/Pfizer)
Gedung Putih berjanji jeda atas penggunaan J&J tidak akan mengganggu akselerasi vaksinasi COVID-19. Koordinator Penanganan COVID-19 AS, Jeff Zients, mengatakan negara masih memiliki stok vaksin dari Pfizer dan Moderna.
"Kami memiliki lebih dari cukup pasokan vaksin Pfizer dan Moderna untuk melanjutkan kecepatan saat ini, sekitar 3 juta suntikan per hari, dan itu menempatkan kami pada kecepatan yang baik untuk memenuhi target Presiden 200 juta suntikan dalam 100 hari pertamanya," ungkap Jeff dalam sebuah pengarahan.
Komite penasihat untuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS akan bertemu pada Rabu (14/4/2021) untuk meninjau kasus pembekuan dan memberikan rekomendasi terkait penggunaan suntikan di masa depan. FDA kemudian akan meninjau analisis tersebut.
Keenam kasus pembekuan darah melibatkan wanita berusia antara 18 dan 48 tahun, dengan gejala yang muncul enam hingga 13 hari setelah vaksinasi. FDA mengatakan pasien harus memperhatikan hingga tiga minggu untuk gejala termasuk sakit kepala parah, sakit perut, sakit kaki atau sesak napas.
J&J, yang sahamnya turun 1,6 persen, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan regulator dan mencatat tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara pembekuan dengan vaksinnya.
Vaksin J&J dan AstraZeneca sama-sama menggunakan adenovirus, virus flu yang tidak berbahaya, sebagai vektor untuk menyampaikan instruksi bagi sel manusia agar menghasilkan protein yang memacu sistem kekebalan terhadap virus corona.
Pengembang vaksin COVID-19 Tiongkok dan Rusia CanSino Biological dan Gamaleya Institute juga mengandalkan pendekatan ini. Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA).
EMA merekomendasikan AstraZeneca dengan mengatakan manfaatnya lebih besar daripada risikonya. Namun, beberapa negara UE telah membatasi penggunaannya untuk kelompok usia tertentu.