Nasib Program Bahasa Indonesia di Australia Kala Pandemik

Jakarta, IDN Times- Pada tahun 2006, Commonwealth Government merekomendasikan kepada Pemerintah Australia untuk menaruh bahasa Indonesia sebagai strategi negara yang penting. Perguruan-perguruan tinggi di Australia mulai bergairah untuk mempromosikan program bahasa Indonesia kepada mahasiswa Australia karena mereka juga mendapat kucuran dana dari Commonwealth Government, mengutip Mellisa Crouch di The Conversation (9/2/2021).
Ketika tahun 2020, sebagian dari universitas di Australia menutup program bahasa Indonesia. Aksi penutupan ini mendapat kritikan dari akademisi the Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS), seperti Ross Tapsell. Ia menyayangkan bahwa generasi-generasi muda Australia tidak akan mendapatkan masa depan yang sama seperti Dubes Australia untuk Indonesia yang baru, Penny Williams.
Mengutip Mellisa Crouch dari The Coversation, Terdapat 5 universitas yang sudah mengajukan untuk menutup program bahasa asing, yaitu Universitas La Trobe, Universitas Western Sydney Australia, Universitas Swenbern, Universitas Murdoch dan Universitas Sunshine Coast.
1. Universitas La Trobe resmi menutup program bahasa Indonesia
Pada hari Kamis (12/11/2020), Universitas La Trobe memberikan peryataan di laman resminya. Ada tiga program bahasa yang mengalami cessation (penutupan), yaitu bahasa Hindi, Indonesia, dan Yunani. Penutupan tiga program bahasa ini dikarenakan adanya penurunan jumlah peminat yang mendaftar dari tahun ke tahun.
Dilansir dari laman Asian Studies Association of Australia, program bahasa Indonesia di Universitas La Trobe sudah ada sejak tahun 1989. Sejak awal pendirian memang program bahasa Indonesia di La Trobe mengalami penurunan di akhir tahun 80-an. Walaupun jumlah minat menurun program bahasa Indonesia tetap dipertahankan sebagai usaha untuk mewujudkan generasi-generasi muda Australia yang memiliki wawasan keIndonesiaan sebagai wujud dari hubungan baik antara Indonesia dan Australia. Namun ketika tahun 2020, penyebaran virus COVID-19 mengubah kebijakan kampus dan program bahasa yang sepi peminat menjadi korban.