Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Peristiwa duka yang terjadi di Sekolah Dasar Robb, Kabupaten Uvalde, Texas, Amerika Serikat pada 24 Mei 2022 lalu, tercatat merupakan insiden penembakan massal ke-27 yang terjadi di institusi pendidikan sepanjang tahun ini. Namun, secara total sudah lebih dari 200 penembakan massal terjadi di Negeri Paman Sam pada tahun 2022. Angka ini diprediksi bakal bertambah karena longgarnya aturan kepemilikan senjata di AS. 

Dikutip dari laman News Nation Now, Rabu, 25 Mei 2022 lalu, permasalahan tindak kekerasan akibat senjata kini menjadi krisis kesehatan baru bagi warga AS. Bagaimana tidak, peristiwa jamaknya gambar peluru dan jenazah yang tergeletak di jalan-jalan, sudah tak lagi bisa ditoleransi oleh publik. 

Bahkan, dua pekan sebelum terjadi penembakan massal di SD Robb, Texas, peristiwa serupa sudah terjadi lebih dulu di sebuah supermarket di daerah Buffalo, New York. 10 warga kulit hitam tewas dalam insiden penembakan massal tersebut.

Sedangkan, di SD Robb, sebanyak 19 anak dan dua guru tewas. Mayoritas korban merupakan warga dengan latar belakang Amerika Latin. 

Seolah seperti lingkaran setan, warga AS kembali bertanya-tanya mengapa peristiwa penembakan massal terus berulang. Mereka juga dihadapkan lagi dengan pertanyaan apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan warga agar peristiwa serupa bisa dicegah. Apalagi mayoritas di negara bagian AS membolehkan kepemilikan senjata tanpa dilakukan pengecekan latar belakang.

Lalu, apa langkah pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang bermukim di AS?

1. Negara bagian Texas memiliki aturan pengendalian senjata yang lemah di AS

Warga menangis di luar Ssgt Willie de Leon Civic Center, dimana pelajar dipindahkan dari Sekolah Dasar Robb setelah penembakan di Uvalde, Texas, Amerika Serikat, Selasa (24/5/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS/Marco Bello)

Berdasarkan data, peristiwa di SD Robb, Texas, menjadi penembakan massal paling mematikan selain insiden serupa di SD Sandy Hook, Connecticut pada Desember 2012 lalu. Dalam peristiwa itu, sebanyak 20 anak dan enam orang dewasa meregang nyawa akibat ditembak secara membabi buta oleh pelaku bernama Adam Peter Lanza. 

Sementara, dikutip dari stasiun berita CNN, pelaku penembakan di SD Robb masih berusia 18 tahun. Ia diketahui bernama Salvador Ramos.

Menurut laporan, polisi setempat butuh waktu satu jam untuk menembak mati pelaku. Lambatnya aksi polisi itu, diduga menjadi penyebab banyak jatuhnya korban jiwa. 

Di sisi lain, Everytown for Gun Safety -- kelompok yang peduli pada isu pencegahan tindak kekerasan dengan senjata -- sulit mencegah terjadinya penembakan massal di negara bagian Texas. Sebab, aturan kepemilikan senjata di sana sangat longgar. 

Bahkan, pada tahun 2021, negara bagian Texas meloloskan aturan yang membolehkan warga berusia 21 tahun ke atas untuk membawa senjata. Bahkan, warga tersebut tak diwajibkan untuk memiliki izin atau latihan yang mumpuni sebelum menenteng senjata.

Negara bagian Texas juga tak membatasi penjualan senjata. Sementara, anggota parlemen di sana berkali-kali gagal untuk meloloskan aturan untuk bisa dilakukan pemeriksaan latar belakang sebelum seseorang dibolehkan membeli senjata.

Sementara, stasiun berita BBC, Rabu, 25 Mei 2022 lalu melaporkan pada tahun 2020 saja, lebih dari 45 ribu warga AS tewas akibat senjata. Baik itu karena dibunuh atau bunuh diri.

2. Presiden Biden kembali serukan agar memperketat aturan kepemilikan senjata

Editorial Team

Tonton lebih seru di