Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Bendera Pakistan (freepik.com/user5742774)
Ilustrasi Bendera Pakistan (freepik.com/user5742774)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Pakistan pada Rabu (6/8/2025), mulai menindaklanjuti keputusan deportasi terhadap pengungsi Afghanistan yang memiliki dokumen resmi. Langkah ini diambil sebelum batas waktu yang diberikan hingga 1 September 2025. Kebijakan ini diperkirakan berdampak pada lebih dari satu juta warga Afghanistan yang selama ini tinggal di Pakistan.

Badan PBB untuk isu pengungsi, UNHCR, juga telah mengonfirmasi telah menerima laporan terkait penangkapan dan deportasi paksa pengungsi Afghanistan legal di berbagai wilayah Pakistan. UNHCR menyampaikan keprihatinan mendalam atas potensi pelanggaran hak asasi serta implikasi besar bagi stabilitas kawasan.

1. Laporan penahanan dan deportasi warga Afghanistan tercatat sejak awal Agustus

Laporan penangkapan dan deportasi terhadap ratusan pengungsi Afghanistan yang memiliki Proof of Registration (PoR) card telah dikonfirmasi oleh juru bicara UNHCR, Qaisar Khan Afridi.

"Sudah ada ratusan pengungsi Afghanistan legal yang diamankan dan dipulangkan dalam rentang waktu tersebut," paparnya, dikutip Arab News.

UNHCR menyebut pengungsi dengan dokumen lengkap selama puluhan tahun justru menjadi sasaran deportasi.

"Langkah ini bertentangan dengan prinsip non-refoulement dan mencederai komitmen kemanusiaan Pakistan," ujar Babar Baloch, juru bicara UNHCR.

Selain pengungsi berstatus resmi, pemerintah Pakistan juga menargetkan sekitar 750 ribu pemegang Afghan Citizen Cards serta warga Afghanistan tidak berdokumen, yang dianggap tinggal secara ilegal.

2. Penundaan batas waktu dan proses pengembalian sukarela

Pemerintah Pakistan secara resmi memperpanjang batas waktu pengusiran pengungsi Afghanistan hingga 1 September 2025 dan memberikan masa tenggang 25 hari, yakni 4-31 Agustus 2025, bagi mereka yang ingin pulang secara sukarela.

"Setelah tenggat waktu berlalu, penegakan hukum dapat dilakukan terhadap mereka yang masih bertahan," jelas Lateef-ur-Rehman, juru bicara Departemen Dalam Negeri dan Urusan Suku.

Kebijakan terbaru juga meminta aparat berkoordinasi dengan tokoh masyarakat Afghanistan untuk mendorong repatriasi sukarela.

"Kami instruksikan untuk menjalin komunikasi dengan komunitas Afghanistan agar proses pemulangan berjalan damai," kata Rehman, dikutip Associated Press.

Meskipun pemerintah menyebut proses pengembalian sukarela diutamakan, UNHCR memperingatkan agar otoritas Pakistan tidak melakukan deportasi paksa dan menegakkan prinsip kemanusiaan demi keselamatan dan kehormatan para pengungsi.

3. Memicu ketidakstabilan di Afghanistan

UNHCR mengingatkan risiko besar dari pengembalian pengungsi Afghanistan dalam jumlah besar dan cepat, yang dapat memicu ketidakstabilan tidak hanya di Afghanistan tetapi juga seantero kawasan.

"Kembalinya mereka secara massal dapat membahayakan nyawa serta kebebasan para pengungsi, utamanya perempuan dan anak-anak," kata UNHCR dalam pernyataan resmi, dikutip CBC News.

Sementara itu, Human Rights Watch menyoroti ketakutan pengungsi Afghanistan, termasuk kasus penahanan sewenang-wenang dan tindakan pemerasan oleh aparat di berbagai daerah sejak diberlakukannya kebijakan baru.

UNHCR juga mencatat bahwa lebih dari 2,1 juta warga Afghanistan kembali dari Pakistan dan Iran sepanjang 2025, dengan sekitar 352 ribu berasal dari Pakistan.

"Gelombang pengembalian ini memperparah krisis kemanusiaan dan membebani fasilitas dasar serta komunitas lokal di Afghanistan," jelas UNHCR.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team