Presiden Kongo ingin memperkuat kekuasaanya dengan menyingkirkan pengaruh mantan presiden Joseph Kabila. Sumber:Facebook.com/ Félix Antoine Tshisekedi
Melansir dari Associated Press, Alexandre Raymakers, analis senior Afrika di Verisk Maplecroft, sebuah konsultan risiko global menyampaikan bahwa tindakan menyingkirkan perdana menteri, yang berasal dari pendukung Kabila merupakan langkah strategis dalam melemahkan pengaruh Kabila.
“Ini memang pertama kalinya Kabila absen secara signifikan sejak dia menggantikan ayahnya pada 2001 dan secara signifikan akan membatasi kemampuannya untuk mencalonkan diri lagi pada 2023. Ini jelas menunjukkan bahwa Tshisekedi, seorang presiden yang dianggap cukup lemah ketika ia berkuasa pada 2019, telah menunjukkan dirinya sebagai aktor politik yang mumpuni yang mampu memaksakan kewenangannya pada lanskap politik Kongo. Dia sekarang akan memfokuskan upayanya untuk mempersiapkan pemilihannya kembali pada tahun 2023."
Melansir dari Al Jazeera, Joseph Kabila yang masih berusia 49 tahun sebelumnya telah berkuasa di Kongo selama 18 tahun sejak 2001 mengantikan ayahnya, Laurent Desire Kabila, yang tewas dibunuh oleh pengawalnya. Setelah mengundurkan diri Kabila tetap memiliki pengaruh melalui sekutu dalam politik, militer dan bisnis. Pemerintahannya dianggap buruk dan sering melakukan korupsi.
Pengganti Kabila presiden Tshisekedi terpilih melalui pemilihan presiden yang diragukan pada Desember 2018, yang bersumpah untuk memerangi korupsi, mengurangi ketidaksetaraan, dan memperbaiki pemerintahan. Pergantian kekuasaan tersebut merupakan yang pertama terjadi di Kongo tanpa pertumpahan darah sejak merdeka dari Belgia pada tahun 1960.
Namun, sejak menjabat pada Januari 2019 Tshisekedi telah dibatasi kekuasaanya oleh pendukung Kabila yang mayoritas berada di kekuasaan legislatif. Sebelum mayoritas anggota parlemen setuju memaksa Sylvestre Ilunga mundur dari posisi perdana menteri, Tshisekedi pada Desember lalu telah mengakkhiri koalisinya dengan Kabila.