Ilustrasi Penculikan/Penyekapan (Tawanan) (IDN Times/Mardya Shakti)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta kurangnya kebebasan berekspresi membuat banyak warga Irak pada umumnya memilih keluar dari negaranya. Ancaman kekerasan terhadap kaum LGBTQ+ bahkan lebih akut lagi.
Pada Februari, wanita transgender berusia 23 tahun bernama Doski Azad dibunuh oleh saudaranya di kota Dohuk yang disebutnya sebagai pembunuhan demi kehormatan. Insiden itu menuai kecaman baik dari dalam maupun luar Irak, dan mendorong ketakutan bagi kaum LGBTQ+ yang pada akhirnya harus keluar dari negara itu.
Pada April tahun lalu, Sulaymaniyah, yang terkadang dianggap sebagai kota paling liberal di Irak, melakukan operasi polisi dengan menangkap 15 pria LGBTQ+, yang diduga melakukan prostitusi.
Kendati pihak keamanan Sulaymaniyah membantah bahwa mereka menargetkan kelompok tertentu saja, pengawas operasi Pshtiwan Bahadin mengatakan kepada media lokal bahwa penangkapan itu ditujukan untuk homoseksual dan itu dilakukan atas kerja sama semua pasukan keamanan.
Markiza Yousif, yang berasal dari Baghdad, baru-baru ini meninggalkan Irak menuju Lituania melalui Belarus. Menurutnya, lebih baik keluar dari Irak daripada menghadapi situasi buruk di negara itu.
"Ketika saya memutuskan untuk melarikan diri, saya tahu betul bahwa saya tidak akan pernah kembali ke rumah," kata Markiza Yousif.