Seorang guru menggunakan kamera pemindai panas untuk mengecek suhu pelajar saat pandemik COVID-19 di Seoul, Korea Selatan, pada 21 Mei 2020. ANTARA FOTO/ Yonhap/via REUTERS
Menurut Kluge, pemerintah harus bisa menjawab pertanyaan dari publik mengenai langkah-langkah yang diambil, termasuk ketika memutuskan untuk melakukan pelonggaran. Ini karena masyarakat perlu merasa yakin bahwa pemerintah mereka tidak salah langkah dan segala keputusan ditetapkan berdasarkan pertimbangan objektif.
"Orang-orang bertanya: Seberapa banyak kita harus bertahan? Dan untuk berapa lama? Untuk merespons, pemerintah dan otoritas kesehatan wajib mampu menjawab untuk mengidentifikasi kapan, dalam kondisi apa dan bagaimana kita bisa mempertimbangkan sebuah transisi yang aman melalui perubahan gradual dalam berbagai langkah," kata Kluge.
WHO sendiri menyarankan enam hal yang perlu diperhatikan pemerintah sebelum yakin dengan keputusan untuk melonggarkan aturan:
1. Ada bukti yang menunjukkan penularan COVID-19 bisa dikendalikan;
2. Kapasitas kesehatan masyarakat dan sistem kesehatan, termasuk rumah sakit, mampu mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengarantina mereka;
3. Risiko wabah ditekan di tempat-tempat dengan kerentanan tinggi--khususnya di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental, dan pemukiman padat penduduk;
4. Langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja sudah ditetapkan--dengan penerapan jaga jarak fisik, fasilitas cuci tangan dan etika pernapasan;
5. Risiko kasus impor bisa dikendalikan;
6. Masyarakat diizinkan berpendapat dan dilibatkan dalam masa transisi.
"Jika Anda tak bisa memastikan kriteria-kriteria ini diterapkan, sebelum melonggarkan pembatasan, mohon Anda pikirkan kembali," tegas Kluge.
Dengan kata lain, ketika pemerintah dan semua yang memiliki kepentingan belum yakin mampu mewujudkan keenam hal itu, sebaiknya karantina tetap dilanjutkan.