(Karantina di Kapal Pesiar Diamond Princess) ANTARA FOTO/Mandatory credit Kyodo/via REUTERS
Sejumlah pakar meragukan keputusan untuk mengarantina para penumpang yang sebagian sudah terinfeksi virus corona COVID-19, bersama dengan lainnya yang kemungkinan besar akan tertular.
"Keputusan untuk menahan penumpang dan kru di atas kapal tak lagi etis dan sangat tidak tepat," cuit Michael Mina, seorang epidemiologis dari Universitas Harvard, dua minggu setelah Diamond Princess bersandar.
"Sepuluh kru terinfeksi dan kru tak bisa mengarantina diri sendiri dan ruangan bersamaan. Jelas ini [virus] sudah bertransmisi di antara mereka semua dalam risiko yang tak bisa diterima," tambahnya.
Situasi tersebut semakin berbahaya karena per 10 Februari, Jepang dilaporkan baru memeriksa 439 dari 3.700 orang di atas kapal akibat kekurangan alat tes.
Christos Hadjichristodoulou, epidemiologis asal Yunani, mempublikasikan panduan respons wabah di kapal pesiar yang secara kebetulan terjadi ketika Diamond Princess berlabuh di Yokohama. Salah satu isinya adalah instruksi untuk mengevakuasi siapa pun yang pernah melakukan kontak jarak dekat dengan pasien COVID-19.
Karantina juga harus dilakukan di daratan, bukan di atas kapal. "Pendekatan yang mereka [Jepang] ikuti tidak direkomendasikan untuk banyak alasan," kata Hadjichristodoulou.
Kapal tak menjadi tempat karantina, melainkan inkubator virus. Jepang membela diri dengan mengatakan bahwa "kenyataannya tidak mudah" untuk memindahkan mereka ke daratan.
Di kapal pesiar Diamond Princess, lebih dari 700 orang dinyatakan terinfeksi virus corona COVID-19, dan enam lainnya meninggal. Sekarang dengan keberadaan kapal pesiar Grand Princess yang 21 penumpangnya positif COVID-19, diharapkan situasi yang terjadi di atas Diamond Princess tidak akan terulang lagi.