Presiden Kolombia Gustavo Petro. (Twitter.com/Gustavo Petro)
Petro, presiden kiri pertama dalam sejarah Kolombia, telah membuka pembicaraan dengan banyak kelompok bersenjata. Langkah yang diambil Petro berbeda dengan pendekatan agresif pendahulunya yang konservatif untuk menyelesaikan konflik.
Pada akhir tahun lalu, Petro mengumumkan gencatan senjata bilateral dengan banyak kelompok bersenjata. Namun, tiga dari gencatan senjata itu kini telah berakhir setelah gagalnya proses perdamaian dengan gerilyawan Tentara Pembebasan Nasional dan pengedar narkoba Klan Teluk.
"Jika gencatan senjata tidak efektif di wilayah tertentu dalam melindungi kehidupan dan keutuhan penduduk, maka tidak ada gunanya melanjutkannya," kata Petro.
Kebijakan Petro untuk menyelesaikan konflik melalui pembicaraan damai telah dikritik, terutama oleh oposisi yang mencap angkatan bersenjata terlalu lemah untuk mencegah kelompok bersenjata mendikte syarat perdamaian.
Kolombia telah mengalami kekerasan selama enam dekade di Kolombia, yang melibatkan gerilyawan sayap kiri, paramiliter sayap kanan, dan pengedar narkoba. Konflik di negara itu telah menewaskan sedikitnya 450 ribu orang