Sementara itu menurut sebuah kelompok pembela hak sipil, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, jumlah korban tewas dalam serangkaian protes terhadap kudeta pada Februari hingga Sabtu (13/3/2021), sudah lebih dari 80 orang. Sementara lebih dari 2.100 orang lainnya ditangkap.
Sedikitnya 13 orang tewas pada Sabtu, yang menjadi salah satu hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari. Lima orang tewas ditembak dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan pada para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, kata saksi mata kepada Reuters, dilansir ANTARA.
Media lokal melaporkan dua orang tewas di pusat kota Pyay dan dua tewas dalam tembakan polisi di Yangon. Di kota pusat perdagangan itu, tiga orang juga tewas dalam semalam.
"Mereka bertindak seperti berada di zona perang, sementara orang-orang tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu. Dia mengatakan korban tewas termasuk seorang anak berusia 13 tahun.
Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha. "Salah satunya terkena di tulang kemaluan, satu lagi ditembak hingga tewas," katanya.
Seorang sopir truk di Chauk, sebuah kota di Kabupaten Magwe di Myanmar tengah, tewas setelah ditembak di dada oleh polisi, kata seorang teman keluarga korban.
Juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk dimintai komentar. Siaran berita malam MRTV ,media yang dikelola junta, menyebut para pengunjuk rasa sebagai "penjahat" tetapi tidak merinci lebih lanjut.