Ilustrasi vaksinasi COVID-19. (Unsplash.com/CDC)
Melansir dari The Guardian, beberapa ahli telah menyarankan vaksinasi anak-anak untuk mengurangi kasus. Saat ini belum ada data yang menunjukkan seberapa baik vaksin untuk anak-anak, tapi dari data di antara orang dewasa menunjukkan kemungkinan vaksinasi berhasil menurunkan penyebaran di AS.
Uji coba Pfizer-BioNTech pada bulan Juni telah mencakup 1.518 anak yang divaksinasi, serta tambahan 1.591 anak pada Agustus, ketika FDA meminta perusahaan untuk memperluas uji coba dan mengatasi masalah keamanan.
Efek samping vaksin seperti demam dan kedinginan lebih jarang terjadi pada anak-anak dibandingkan kelompok usia yang lebih tua. Saat ini belum ada laporan miokarditis di antara sekitar 3.100 anak yang menerima vaksin.
H Cody Meissner, profesor pediatrik di Tufts University School of Medicine, mengatakan efek samping seperti miokarditis meski jarang terjadi, tapi menjadi perhatian utama dalam memvaksinasi anak-anak.
Matthew Oster, petugas medis untuk CDC, mengatakan kasus miokarditis setelah vaksinasi cenderung terjadi dalam waktu seminggu, biasanya ditemukan pada remaja laki-laki, dengan usia 16 dan 17 tahun pada tingkat tertinggi, pada 0,007 persen. Oster memberitahu kasus lebih tinggi pada remaja laki-laki karena adanya hormon testosteron yang sedang meningkat.
Dari hasil analisi FDA menyampaikan risiko COVID-19 jauh lebih besar daripada risiko efek samping miokarditis setelah vaksin.