Ilustrasi penjara (IDN Times/Mardya Shakti)
Tersangka pencari suaka dari Sudan itu tiba di Prancis pada tahun 2015 silam. Pengajuan suakanya ditolak oleh Dinas Perlindungan Pengungsi dan Orang Tanpa Kewarganegaraan. Akan tetapi, pengadilan administratif tetap mengizinkannya untuk tinggal di Prancis.
Melansir dari laman Deutsche Welle, izin tinggal tersangka habis masa berlakunya pada tahun 2017. Hal itu karena pelaku pernah terjerat kasus kejahatan yang menggunakan pisau dan dipenjara.
Kini ketika ia kembali mengajukan suaka, petugas belum bisa meloloskan permintaan tersebut. Akhirnya terjadilah serangan yang membuat salah satu petugas imigrasi meninggal dunia. Insiden itu menimbulkan reaksi dari kelompok sayap kanan Prancis.
Nicolas Meizonnet dari Partai Nasional mengatakan bahwa Prancis harus menangguhkan penerimaan migran sebagai tanggapan atas kasus yang terjadi di kota Pau.
“Penerimaan migran yang tidak terbatas dan sembarangan mengarah pada kekerasan yang tidak terduga,” katanya. Ia kemudian menambahkan bahwa “kita harus segera menangguhkan penerimaan migran, kenaifan ini telah berlangsung terlalu lama.”
Pada tahun 2022 mendatang, Prancis akan menggelar pemilihan presiden. Isi imigarsi kemungkinan akan memainkan peran penting. Presiden Emmanuel Macron saat ini yang dianggap lebih moderat, kemungkinan akan melawan Marie Le Pen dari sayap kanan, yang sering mengkritik kebijakan imigrasi dan kritikus kelompok Islam terkemuka di negara tersebut.