Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Petugas Bakamla ketika berpatroli di dekat pengeboran lepas pantai Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara di Kepulauan Riau pada Juli 2021 (Dokumentasi Humas Bakamla)

Jakarta, IDN Times – Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Eddy Pratomo, mengatakan keputusan pemerintah Indonesia mengabaikan protes China terkait pengeboran minyak dan gas di kawasan Natuna sudah tepat. Menurutnya, bukan kali pertama ini China melakukan protes atas kegiatan di kawasan yang mereka klaim sebagai Laut China Selatan (LCS).

Dengan demikian, kata dia, pemerintah Indonesia tidak sepatutnya terkejut dengan protes China.

“Seperti diketahui, lokasi pengeboran berada di landas kontinen Indonesia namun juga  berada di dalam nine dash line (teritori yang diklaim miliki China),” kata Eddy dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Rabu (8/12/2021).

1. Sikap Indonesia di kawasan Natuna sesuai dengan hukum internasional

potret kondisi di Laut China Selatan (pixabay.com/user1488365914)

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menegaskan sikap Indonesia terhadap sengketa di LCS akan sesuai dengan hukum internasional. Di sisi lain, hukum internasional tidak mengakui kawasan LCS atau nine dash line sebagai teritori China.

“Reaksi pemerintah RI terhadap klaim ini sudah tepat dan konsisten, yang sejak awal sudah menolak keabsahan nine dash line ini. Arbitrase Tribunal UNCLOS tentang SCS 2016 juga telah mengkonfirmasi bahwa klaim sepihak Tiongkok bertentangan dengan hukum internasional,” tambah dia.

2. Protes dari China kehilangan konteks

Editorial Team

Tonton lebih seru di