Penembakan di Christchurch membuat Perdana Menteri Jacinda Ardern sangat geram. Pemerintahannya pun mengumumkan reformasi senjata yang berlaku sejak pertengahan April atau kurang lebih sebulan usai insiden itu terjadi. Ardern mengatakan Selandia Baru melarang kepemilikan senjata semi-otomatis seperti yang dipakai Tarrant.
Sedangkan senjata-senjata semi-otomatis yang sudah terlanjur dibeli masyarakat, akan dibeli kembali oleh pemerintah Selandia Baru. Ardern beralasan kebijakan ini untuk memastikan "sebuah kompensasi yang adil dan masuk akal" kepada para pemilik senjata.
Dengan skema buyback ini, pemerintah Selandia Baru menawarkan tiga opsi kepada pemilik senjata semi-otomatis. Pertama, mereka secara sukarela menyerahkan untuk dibongkar polisi. Kedua, melengkapi formulir daring, agar polisi bisa mengambilnya.
Ketiga, memberikan kepada seseorang dengan izin kategori E, yang kemudian akan membongkarnya juga. Lisensi E itu sendiri wajib dimiliki siapa pun yang ingin memiliki senjata semi-otomatis. Gun City pun sempat memprotes kebijakan ini dengan menyebutnya "proses tak masuk akal dan tak demokratis".
Tipple memimpin penandatanganan petisi pemilik senjata dan permintaan untuk pemerintah menginvestigasi bagaimana Tarrant bisa memperoleh izin. Dalam petisi itu, ia menyebut perlu ada "periode konsultasi publik mendalam soal perubahan peraturan senjata api di Selandia Baru".