Bantuan makanan untuk rakyat Yaman. (Twitter.com/Antiwar.com)
Arab Saudi memasuki Yaman bersama dengan Uni Emirat Arab dan koalisi, termasuk di antaranya Amerika Serikat untuk membela Presiden Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi. Sejauh ini, pemerintahan Hadi yang diakui secara internasional meskipun kelompok Houthi telah menguasai ibukota.
Namun, Amerika Serikat tahun ini berjanji mundur dari koalisi dan memprioritaskan gencatan senjata untuk membangun perdamian di Yaman dibawah mediasi PBB.
Peperangan sejak tahun 2014 di Yaman telah menyebabkan kelaparan bagi jutaan rakyatnya. Saat ini, 80 persen rakyat Yaman bergantung makanan dari impor. Melansir dari laman Al Jazeera, menurut Griffiths, “kelaparan kini telah tiba untuk menambah tragedi Yaman. Oleh karena itu logis dan sudah menjadi kewajiban bagi kelompok-kelompok sekarang untuk menghentikan pertempuran dan membungkam senjata.”
Dalam serangan yang terbaru, kedua belah pihak pasukan menderita banyak kerugian. Ironisnya, dalam eskalasi militer yang saat ini kembali membesar, perempuan dan anak-anak terseret dalam konflik dan menjadi korban bagi konflik yang "tidak perlu."
"Anak-anak semakin terseret ke dalam upaya perang dan kehilangan masa depan mereka," lapor Griffiths.
Faktor lainnya yakni hambatan impor bahan bakar untuk penggunaan warga sipil membuat bahan makanan mengalami lonjakan harga secara drastis. Hal itu semakin menambah kesengsaraan rakyat. Editor Al Jazeera, James Bays mengatakan “Dengan meningkatnya pertempuran, tidak ada uang untuk memberi makan rakyat."