Mali menerima kiriman helikopter plus dengan hadiahnya yakni senjata dan amunisi dari Rusia. Pengiriman perlengkapan militer dari ibu kota Moskow menuju ibu kota Bamako ini dilakukan di tengah-tengah ketegangan hubungan antara Mali dengan Prancis.
Ketegangan tersebut berawal tatkala Prancis mendapatkan laporan karena adanya keinginan Bamako dalam merekrut tentara bayaran Rusia. Di saat yang bersamaan, Prancis juga membentuk kembali misi kontra-terorisme yang beranggotakan sebanyak 5.000 orang, dilansir dari Reuters.
Adanya laporan bahwa Mali ingin merekrut tentara bayaran dari Rusia, Grup Wagner, membuat Prancis berang. Saat menerima laporan tersebut, Prancis langsung meluncurkan upaya diplomatik untuk menggagalkannya.
Sementara di lain sisi, perdana menteri Mali menuduh pihak Prancis meninggalkan Bamako dalam pidatonya di sidang umum PBB.
Adanya tuduhan seperti ini membuat Presiden Emmanuel Macron mempertanyakan legitimasi otoritas Mali yang kini sedang mengalami masa transisi ke pemulihan setelah dua kudeta terjadi dalam kurun waktu setahun.
“Apa yang dikatakan perdana menteri Mali tidak dapat diterima. Ini memalukan. Dan itu tidak menghormati apa yang bahkan bukan pemerintah,” ucap Presiden Emmanuel Macron kepada radio internasional, France International, dikutip dari Reuters.