bendera Rusia (PIxabay.com/IGORN)
Pengumuman Gavrilita hanya beberapa jam setelah rudal Rusia terbang di atas wilayah udara Moldova. Ketika awal perang, ada kekhawatiran konflik akan meluas ke Moldova, atau Rusia juga akan menginvasinya.
Kekhawatiran itu telah surut, tapi Moldova semakin dekat dengan mitra Baratnya, dan pada Juni tahun lalu diberikan status kandidat Uni Eropa (UE).
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, sempat memperingatkan peringatan bahwa Rusia berencana untuk menghancurkan Moldova. Hal itu disampaikannya menurut penyelidikan intelijen Ukraina.
"Dokumen-dokumen ini menunjukkan siapa, kapan dan bagaimana Rusia akan menghancurkan demokrasi Moldova dan membangun kendali. Saya segera memperingatkan Moldova tentang ancaman ini," katanya.
Badan intelijen Moldova kemudian mengatakan, mereka juga telah mengidentifikasi adanya aktivitas subversif, yang bertujuan untuk destabilisasi dan melanggar ketertiban umum Moldova.
Vedant Patel, wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, mengatakan bahwa Rusia selama bertahun-tahun mendukung kampanye pengaruh dan destabilisasi di Moldova, yang sering kali melibatkan korupsi persenjataan untuk memajukan tujuannya.
Ada juga ketegangan baru di Transnistria, wilayah yang medeklarasikan diri berpisah dengan Moldova. Wilayah itu dikendalikan oleh separatis pro-Rusia yang membentang di sepanjang perbatasan Moldova dengan Ukraina, dan di mana sekitar 1.500 tentara Rusia ditempatkan.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Barat berusaha membuat Moldova melawan Rusia, seperti yang dia klaim telah dilakukan dengan Ukraina.