Usai mengungkapkan rencana tersebut, reaksi publik pun terbelah. Beberapa menilai peraturan yang dibuat pada 1973 oleh para imam dan akademisi Islam tersebut diskriminatif sehingga perubahan progresif harus dilakukan. Dukungan datang dari anggota parlemen, peneliti hingga feminis negara tersebut.
Rym Mahjoub yang berasal dari partai liberal Tunisia berkata,"Sebagai seorang perempuan saya bangga isu ini didiskusikan saat ini...ini bukan berarti kita tak punya masalah sosial dan ekonomi lain atau menunda diskusi persoalan penting lain...[tapi] kita bisa lihat beberapa perempuan tak bisa mendapat hak waris mereka karena diatur dalam teks keagamaan."
Sementara itu, untuk mereka yang tak sepakat menilai bahwa perubahan aturan adalah bentuk pelanggaran hukum dasar dalam Islam.
Ada juga yang menginginkan agar pemerintah fokus pada masalah lain. Seorang anggota partai oposisi, misalnya, berkata,"Saya kira ada isu-isu lain yang lebih penting daripada ini, isu-isu yang perlu lebih banyak energi, usaha dan waktu, dan harus segera diatasi."