Jakarta, IDN Times - Para perempuan Myanmar, yang mengekspresikan penentangan terhadap kekuasaan militer, kerap menjadi sasaran pelecehan online dari para pendukung pemerintah. Pelapor disebut mendapatkan berbagai serangan, di antaranya ancaman penangkapan, kekerasan, pemerkosaan, dan kematian.
Dalam penelitian yang dilakukan dan dipublikasi oleh organisasi hak asasi manusia, Myanmar Witness, pelecehan bermotivasi politik ini meningkat hingga lima kali lipat sejak junta militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021. Adapun jumlah unggahan kasar paling banyak ditemui di aplikasi Telegram.
“Sebagian besar unggahan kasar ditulis oleh akun pria yang mendukung kudeta militer Myanmar dan menargetkan wanita yang menentang kudeta,” demikian laporan yang dirilis pada Rabu (25/1/2023).