Selain perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global dari emisi gas rumah kaca, sebab lainnya adalah lautan mengalami siklus El Nino dan La Nina. Itu telah mempengaruhi cuaca di Australia, melintasi Pasifik hingga sampai ke Amerika Selatan.
Menurut media Selandi Baru, Stuff, selama dua tahun terakhir, La Nina telah membawa aliran angin utara dan suhu laut yang lebih panas ke Selandia Baru.
Ilmuwan seperti Renwick memberikan kritik kepada pemerintahan Selandia Baru. Menurutnya, negara itu telah berbicara banyak mengenai perubahan iklim tetapi sejauh ini tidak berbuat banyak untuk mengekangnya.
Ada sumber daya alam yang bisa dioptimalkan seperti angin, matahari dan air yang dapat menyediakan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan. "Selandia Baru bisa menjadi pemimpin dunia dalam energi hijau dan ekonomi hijau."
Pada tahun 2020 lalu, Selandia Baru telah mendeklarasikan darurat iklim. Dilansir dari Reuters, Jacinda Ardern saat itu mengatakan "deklarasi ini merupakan pengakuan terhadap generasi penerus. Pengakuan atas beban yang akan mereka pikul jika kita tidak mendapatkan hak ini dan tidak mengambil tindakan sekarang."
Ardern membawa Selandia Baru untuk bergabung dengan negara maju lain seperti Jepang, Kanada, Prancis atau Inggris, dengan menjanjikan bahwa negaranya akan netral karbon pada tahun 2050 mendatang.