Sejak Agustus 2017, militer Myanmar gencar memburu dan membunuh warga Rohingya sehingga menyebabkan mereka melarikan diri ke Bangladesh. Sebanyak hampir satu juta pengungsi berada di kamp Cox's Bazar yang merupakan kamp paling padat di dunia.
Ratusan dari mereka terpaksa melakukan perjalanan laut dengan kapal tidak layak menuju negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia. Namun, ketiga negara tidak memberikan status pengungsi sebab tidak menandatangani Konvensi Pengungsi PBB.
Hanya saja, setiap negara dilarang mengembalikan para pengungsi ke laut sesuai dengan prinsip non-refoulment. Meski begitu, seperti dilaporkan AFP, Malaysia tetap saja melakukannya beberapa waktu terakhir. Sedangkan sisanya dimasukkan ke rumah detensi.
"Kami tak bisa lagi menerima lebih banyak [pengungsi] mengingat sumber daya dan kapasitas kami sudah terbatas karena pandemik COVID-19," kata Muhyiddin dalam sebuah telekonferensi dengan negara-negara anggota ASEAN, termasuk, Myanmar.
"Tetapi, Malaysia masih saja diharapkan secara tidak adil untuk melakukan lebih guna mengakomodasi para pengungsi yang masuk," tambahnya. Myanmar sendiri menolak kewarganegaraan Rohingya dan menganggap mereka sebagai orang asing.