Jakarta, IDN Times - Kementerian Hukum Filipina pada Selasa (12/4/2022) membuka penyelidikan terkait dugaan pemalsuan sertifikat kematian korban kebijakan war on drugs. Hal ini sesuai keterangan dari pakar forensik patologi yang menyebut kematiannya berbeda dari yang sebenarnya.
Sejak terpilih sebagai pemimpin Filipina pada 2016, Presiden Rodrigo Duterte menerapkan kebijakan war on drugs yang mengakibatkan sekitar 12 ribu orang tewas. Mayoritas korban tewas merupakan warga miskin perkotaan yang tinggal di permukiman kumuh dan diduga seorang bandar narkoba.
Human Right Watch (HRW) menemukan bahwa polisi melakukan pemalsuan bukti terkait aksi yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) ini. Bahkan, meski mendapat kecaman dari dunia internasional, Duterte terus berjanji melanjutkan kampanyenya.