Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Guinea, Alpha Conde tengah menghadapi upaya kudeta. (twitter.com/BujaExpress)

Jakarta, IDN Times - Upaya kudeta di Guinea terjadi sejak Minggu (5/9/2021). Baku tembak selama berjam-jam telah terjadi di sekitar istana kepresidenan di ibu kota, Conakry. Tentara pemberontak menculik dan menahan Presiden Guinea.

Mengutip BBC, nasib Presiden Guinea, Alpha Conde belum jelas. Beredar video yang belum diverifikasi menunjukkan, dia dikelilingi oleh tentara yang mengatakan telah merebut kekuasaan. Mereka muncul di TV nasional dan mengklaim telah membubarkan pemerintah. Namun, Kementerian Pertahanan mengatakan upaya pengambilalihan telah digagalkan oleh pengawal presiden.

Alpha Conde merupakan presiden Guinea yang sudah menjabat selama beberapa periode. Ucapannya, "Saya akan menjadi Mandela dari Guinea", menjadi salah satu momen bersejarah pada 21 Desember 2010. 

Berikut adalah profil Alpha Conde, Presiden Guinea yang tengah menghadapi upaya kudeta.

1. Memiliki ketertarikan yang kuat terhadap politik

ilustrasi permainan catur (unsplash.com/@grstocks)

Alpha Conde lahir pada 4 Maret 1938 di Boke, sebuah kota yang berjarak sekitar 300 km dari Conakry. Ketertarikannya pada politik mendapat dukungan dari keluarga. Ia pun menempuh pendidikan di Prancis pada akhir 1950-an.

Melansir Justice Guinee, Ia merupakan lulusan Fakultas Hukum di Universitas Sorbonne dan Institut Studi Politik Paris. Semasa di sana, ia menjadi tokoh hebat di kalangan pelajar Afrika. Bahkan, menjadi ketua FEANF (Federasi Pelajar Kulit Hitam Afrika di Prancis).

Dia dikenal sebagai aktivis yang gigih untuk perjuangan Afrika dan perjuangan demokrasi di Benua Afrika serta negaranya. Hal tersebut membuatnya mendapat hukuman mati in absentia semasa rezim Presiden Ahmed Sekou Toure, tahun 1970. Dikaitkan pula dengan lawan Guinea yang dipersenjatai, dibiayai, dan didukung oleh Portugal.

Alpha Conde memulai karier profesionalnya sebagai guru di Fakultas Hukum dan Ekonomi (Paris I, Pantheon Sorbonne), kemudian di Sekolah Tinggi PTT (Pos, Telepon, Telekomunikasi). Pada saat yang sama, ia menjadi aktivis Persatuan Pendidikan tinggi (SNESUP) dan sebagai Manajer di Asosiasi Pelajar Guinea di Prancis (AEGF).

Selama bertahun-tahun di luar Guinea, dia menjabat beberapa posisi eksekutif perusahaan dalam perdagangan internasional. Pada 1977, dia bergabung dengan perusahaan perdagangan internasioal, Sucres et Denitees, sebagai Kepala di wilayah Afrika.

Posisinya tersebut memberi pengaruh besar, hingga menciptakan beberapa anak perusahaan di benua tersebut. Pada 1985, ia mendirikan Africonsult, sebuah kantor studi ekonomi dan keuangan. Ia pun sempat ditugaskan sebagai konsultan dalam penyelesaian konflik politik dengan beberapa kepala negara.

2. Presiden pertama di Guinea yang terpilih secara demokratis

Editorial Team

Tonton lebih seru di