Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney di Pangkalan Udara Balad, Irak
mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney di Pangkalan Udara Balad, Irak. (soldiersmediacenter, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Dick Cheney, wakil presiden AS ke-46 meninggal dunia pada usia 84 karena komplikasi pneumonia dan penyakit jantung.

  • Cheney lahir di Nebraska, menjabat sebagai Menhan, CEO perusahaan energi, dan wapres paling berpengaruh dalam sejarah AS.

  • Kariernya diwarnai kontroversi terkait invasi Irak, kritik terhadap Donald Trump, serta masalah kesehatan jantung yang serius.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dick Cheney, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 meninggal dunia pada usia 84. Kematiannya, pada 3 November 2025, disebabkan oleh komplikasi pneumonia serta penyakit jantung dan pembuluh darah. Cheney dikenal sebagai wakil presiden (wapres) paling berpengaruh sepanjang sejarah AS, yang menjabat selama dua periode di bawah Presiden George W. Bush, dari tahun 2001 hingga 2009.

Selain sebagai wapres, ia juga pernah menduduki berbagai jabatan strategis di sepanjang kariernya. Ia adalah arsitek yang merumuskan "War on Terror" pasca-serangan 9/11 dan juga dikenal sebagai sosok yang kontroversial. Berikut profil Dick Cheney, veteran politik yang warisannya terus diperdebatkan hingga kini.

1. Awal karier di Wyoming hingga ke Gedung Putih

Dick Cheney lahir dengan nama Richard Bruce Cheney di Lincoln, Nebraska, pada 30 Januari 1941. Ia dibesarkan di Casper, Wyoming, dan sempat mengenyam pendidikan di Universitas Yale pada 1959 dengan beasiswa. Namun, ia gagal menyelesaikan pendidikannya di Yale karena mengaku kesulitan menyesuaikan diri dan lebih sering berpesta.

Ia kemudian kembali ke kampung halamannya dan berhasil memperoleh gelar sarjana (1965) serta master (1966) dalam ilmu politik dari University of Wyoming. Pindah ke Washington, D.C., Cheney mulai bekerja di pemerintahan Presiden Richard Nixon pada tahun 1969. Ia kemudian menjabat sebagai wakil asisten di bawah Presiden Gerald Ford dan naik menjadi Kepala Staf Gedung Putih dari 1975 hingga 1977.

Menariknya, Cheney menjadi Kepala Staf Gedung Putih termuda dalam sejarah pada usia 34 tahun, menggantikan mentornya, Donald Rumsfeld. Salah satu teman masa kecilnya, Dave Gribbin, menggambarkan Cheney sebagai sosok yang bijaksana dan sangat loyal. Setelah masa jabatan Ford berakhir, Cheney kembali lagi ke Wyoming.

Pada tahun 1978, Dick Cheney terpilih sebagai perwakilan tunggal Wyoming di Dewan Perwakilan Rakyat AS. Selama menjabat enam periode di DPR, ia dikenal dengan pandangan konservatifnya yang kaku. Cheney juga sempat menjabat sebagai Ketua Republikan di DPR, memperkuat reputasinya sebagai politisi ulung, dilansir Britannica.

2. Sempat menjabat sebagai Menhan dan CEO perusahaan energi

Mantan Presiden AS, George W. Bush, dan wakilnya Dick Cheney. (Presidential Materials Division, Public domain, via Wikimedia Commons)

Karier Cheney melompat ke eselon eksekutif ketika ia ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan pada tahun 1989 di bawah Presiden George H.W. Bush. Di Pentagon, ia mengawasi pengurangan militer besar-besaran pasca keruntuhan Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin. Namun, masa jabatannya juga ditandai dengan intervensi militer, seperti invasi AS ke Panama.

Saat itu, ia juga mengarahkan partisipasi AS dalam Perang Teluk Persia, yang dikenal sebagai Operasi Badai Gurun. Cheney memainkan peran penting dalam mengadvokasi penggunaan kekuatan militer untuk mengusir pasukan Saddam Hussein dari Kuwait. Ia berhasil meyakinkan Raja Fahd dari Arab Saudi untuk mengizinkan penempatan lebih dari 400 ribu pasukan AS di wilayahnya.

Setelah George H.W. Bush kalah dalam pemilihan 1992, Cheney kembali ke sektor swasta. Pada tahun 1995, ia menjabat sebagai Ketua dan CEO Halliburton Company, perusahaan multinasional besar yang bergerak di bidang layanan teknologi dan energi. Kariernya yang sukses di dunia korporat ini menjadi latar belakang penting ketika George W. Bush memanggilnya kembali ke Washington.

George W. Bush awalnya menunjuk Cheney untuk memimpin komite pencarian calon wakil presiden. Secara mengejutkan, Bush kemudian memutuskan untuk memilih Cheney sebagai pendampingnya.

“Selama proses tersebut, saya sampai pada kesimpulan bahwa pemilih (Cheney) adalah orang terbaik untuk dipilih,” kata Bush kala itu, dilansir CNN.

3. Wakil presiden paling berpengaruh dalam sejarah AS

Sebagai Wakil Presiden, Cheney memegang kekuasaan yang luar biasa, sering kali di balik layar, membentuk kebijakan energi dan luar negeri pemerintahan Bush. Ia bertindak sebagai Kepala Pejabat Operasional (COO) dari kepresidenan Bush. Pengaruh Cheney dianggap melampaui peran wapres yang biasanya sekedar seremonial.

Peristiwa 11 September 2001 (9/11) menjadi momen penting dalam masa jabatannya. Saat serangan terjadi, Bush sedang berada di Florida, sehingga Cheney sempat memegang komando negara dari bunker di bawah Gedung Putih. Ia bahkan mengeluarkan perintah untuk menembak jatuh pesawat terbajak yang dianggap ancaman.

Selanjutnya, Cheney menjadi figur sentral yang mengarahkan respons AS atas 9/11. Ia sangat mendukung kebijakan keamanan pasca-9/11 yang kontroversial, termasuk program pengawasan domestik tanpa surat perintah. Cheney juga membela penggunaan teknik interogasi waterboarding terhadap tersangka teroris. Menurut pandangannya, kekuasaan eksekutif telah terkikis dan perlu diperluas kembali.

Namun, di tengah pandangan konservatifnya, Cheney menunjukkan pengecualian personal. Ia secara pribadi mendukung kesetaraan pernikahan, meskipun partainya menolak pernikahan gay. Dukungan ini muncul karena putrinya, Mary Cheney, adalah seorang lesbian, yang bagi Cheney, isu ini adalah tentang kebebasan bagi semua orang.

4. Kariernya diwarnai berbagai kontroversi

mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney (President (2001-2009 : Bush). Office of Management and Administration. Office of White House Management. Photography Office. 1/20/2001-1/20/2009, Public domain, via Wikimedia Commons)

Cheney adalah salah satu advokat paling gigih di Gedung Putih untuk invasi Irak pada tahun 2003. Ia memainkan peran penting dalam menyampaikan laporan intelijen yang mengklaim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal (WMD). Laporan intelijen tersebut, yang digunakan untuk membenarkan perang, ternyata terbukti salah karena tidak ada WMD yang ditemukan di Irak.

Kontroversi lain muncul karena hubungan Cheney dengan Halliburton, perusahaan yang pernah ia pimpin. Setelah penggulingan Saddam, Halliburton memenangkan kontrak rekonstruksi yang sangat menguntungkan dari pemerintah AS, menimbulkan dugaan nepotisme dan konflik kepentingan. Meskipun Cheney menyangkalnya, tuduhan ini sempat merusak reputasi publiknya.

Reputasinya juga kembali tercoreng akibat insiden penembakan pada tahun 2006. Cheney secara tidak sengaja menembak teman berburunya, Harry Whittington, dengan shotgun. Whittington terluka parah dan mengalami serangan jantung ringan akibat tembakan tersebut. Cheney menyebut insiden itu sebagai salah satu hari terburuk dalam hidupnya.

Meskipun menghadapi kritik atas Perang Irak, Cheney tetap teguh membela keputusannya. Ia tidak pernah menyesali perannya dalam konflik tersebut, yakin bahwa ia bertindak demi keamanan negara.

"Itu adalah hal yang benar untuk dilakukan pada masanya. Saat itu, saya memercayainya dan masih akan memercayainya," ujar Cheney kepada CNN pada 2015 saat ditanyai soal Perang Irak.

5. Dikenal sebagai kritikus keras Donald Trump

Sepanjang hidupnya, Dick Cheney berjuang melawan masalah kesehatan jantung yang serius. Ia menderita serangan jantung pertamanya pada usia 37 tahun saat berkampanye untuk Kongres pada tahun 1978. Ia mengalami empat serangan jantung lagi sebelum menerima transplantasi jantung pada tahun 2012. Cheney pernah mengungkapkan bahwa ia mematikan fungsi alat pacu jantungnya karena khawatir akan diretas teroris yang ingin membunuhnya.

Setelah meninggalkan kantor pada 2009, Cheney menjadi komentator politik, terutama mengkritik kebijakan keamanan nasional pemerintahan Barack Obama. Ia juga menulis beberapa buku, termasuk autobiografi "In My Time" yang ditulis bersama putrinya, Liz Cheney. Namun, di tahun-tahun terakhirnya, perpecahan besar terjadi antara dirinya dan Partai Republik modern di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Meskipun ia adalah seorang konservatif garis keras, Cheney menjadi salah satu kritikus Republik paling vokal terhadap Trump. Ia mendukung putrinya, Liz Cheney, yang mengorbankan karier politiknya demi menentang upaya Trump membatalkan hasil pemilu 2020.

Menjelang akhir hayatnya, Dick Cheney membuat langkah politik yang tidak biasa. Ia memutuskan untuk memilih kandidat Demokrat, Kamala Harris, dalam pemilihan presiden 2024. Dick Cheney sendiri pernah memperingatkan bahwa Trump adalah ancaman besar bagi demokrasi AS.

“Dalam sejarah 246 tahun bangsa kita, tidak pernah ada individu yang menjadi ancaman lebih besar bagi republik kita daripada Donald Trump,” ujar Cheney, dilansir PBS.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team