Balon api yang diluncurkan Pejuang Hamas ke Wilayah Israel. twitter.com/IDF
Pendekatan Hamas dengan bom bunuh dirinya selama Intifada menarik simpati muslim Palestina. Di samping itu, Hamas memperoleh tempat di hati masyarakat karena banyak pejabat Fatah yang bertindak korup dan memperkaya dirinya sendiri.
Pada Februari dan Maret 1996 misalnya, Hamas melakukan operasi bom bunuh diri yang menewaskan hampir 60 orang Israel. Di sisi lain, pengeboman itu dianggap mengganggu proses perdamaian antara Israel-Palestina, sekaligus meningkatkan elektabilitas Benjamin Netanyahu sebagai sosok yang sangat menentang Perjanjian Oslo.
Pada Maret dan April 2004, Sheikh Yassin dan penggantinya Abdul Aziz al-Rantissi dibunuh dalam serangan rudal Israel di Gaza.
Ketika Hamas berhasil meraih kemenangan dalam pemilihan parlemen 2006, Hamas menolak semua perjanjian dengan Israel, enggan memberikan legitimasi, dan tidak mau meninggalkan kekerasan. Akibatnya, pemerintahan baru yang dipimpin Hamas menjadi sasaran sanksi ekonomi dan diplomatik oleh Israel dan aliansinya.
Setelah Hamas mengusir pasukan yang setia kepada Fatah dari Gaza pada 2007, Israel memperketat blokade di wilayah tersebut. Tembakan roket Palestina terus berlanjut, berbalas dengan serangan udara Israel.
Israel menganggap Hamas bertanggung jawab atas semua serangan yang berasal dari jalur itu, dan telah melakukan tiga kampanye militer besar di Gaza yang didahului oleh eskalasi pertempuran lintas-perbatasan.
Pada Desember 2008, militer Israel meluncurkan Operasi Cast Lead untuk menghentikan serangan roket. Lebih dari 1.300 warga Palestina dan 13 orang Israel tewas selama konflik 22 hari itu.
Israel mengutip alasan yang sama untuk meluncurkan Operasi Pilar Pertahanan pada November 2012, dimulai dengan serangan udara yang menewaskan Ahmed Jabari, komandan Brigade Qassam. Sekitar 170 warga Palestina, kebanyakan warga sipil, dan enam warga Israel tewas dalam delapan hari pertempuran.
Tembakan roket dari Gaza meningkat sekali lagi pada pertengahan Juni 2014, ketika Israel menangkap banyak anggota Hamas di Tepi Barat saat mencari tiga remaja Israel yang terbunuh.
Pada Juli 2014, Hamas mengaku bertanggung jawab atas penembakan roket ke Israel, untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Keesokan harinya, Israel melancarkan serangan yang disebut Operation Protective Edge, bertujuan menghancurkan roket dan terowongan lintas batas yang digunakan oleh militan. Setidaknya 2.251 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil, tewas selama konflik 50 hari itu. Di pihak Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas.
Sejak 2014, kekerasan selalu berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir, Qatar dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terlepas dari tekanan internasional, Hamas tetap memegang kekuasaan di Gaza dan terus meningkatkan persenjataan roketnya. Upaya rekonsiliasi dengan Fatah juga gagal.