Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Sukma Shakti)
Shin Bet juga mengalami banyak kegagalan dan tidak lepas dari kontroversi. Pada 1984 terjadi pembajakan yang dikenal dengan Bus 300 Affair. Shin Bet kemudian menangkap dan memukuli dua warga Palestina hingga tewas.
Pemimpin Shin Bet saat itu, Abraham Shalom, akhirnya diketahui memerintahkan pembunuhan untuk menutupi kegagalan aksi pembajakan.
Kegagalan Shin Bet lainnya adalah mencegah aksi pembunuhan Perdana Menteri Israel Yitzak Rabin pada 1995. Pelakunya merupakan ekstremis sayap kanan Israel. Pemimpin Shin Bet saat itu, Karmi Gillon, mengundurkan diri akibat pembunuhan.
Metode interogasi Shin Bet, terutama terhadap warga Palestina, selalu menjadi kontroversi dan dikritik kelompok hak asasi manusia (HAM) Israel dan internasional. Kelompok HAM menuduh banyak tahanan tewas di tangan Shin Bet atau menjadi lumpuh setelah beberapa waktu ditahan.
Pada 1999, pengadilan tinggi Israel memutuskan tidak ada dasar hukum untuk menggoyangkan tahanan dengan kekerasan, melarang mereka tidur dan memaksa mereka dalam posisi yang menyakitkan untuk waktu yang lama. Pengadilan memutuskan bahwa metode Shin Bet tidak boleh berbeda dengan polisi Israel.
Salah satu metode interogasi yang paling kejam, yang biasa dilakukan selama intifada pada 1988-1992, adalah dengan membiarkan tahanan diborgol dan dibaringkan di atas bangku, dengan karung di atas kepala mereka dan musik keras terdengar di telinga mereka.
Shin Bet menyangkal metode interogasinya sebagai penyiksaan dan bersikeras bahwa apa yang disebut "tekanan fisik sedang" dapat digunakan.