Bantuan makanan untuk penduduk Tigray yang terancam kelaparan dan malnutrisi. (Twitter.com/WFP_Ethiopia)
Selama delapan bulan sejak pertempuran meletus pada November 2020, konflik berkutat di regional Tigray. Pasukan militer federal Ethiopia yang dibantu pasukan regional lain seperti Amhara, telah dengan cepat mampu menguasai beberapa kota dan termasuk benteng terakhir TPLF, yakni ibukota Mekelle.
Namun, berbulan-bulan setelahnya, gerilya TPLF terus berlangsung dan akhirnya Mekelle mampu kembali diambil alih oleh TPLF. Memasuki bulan ke-9 ini, pertempuran semakin meluas ke regional tetangga.
Kini, TPLF kemudian bangkit dan bertekad untuk mengambil alih kota-kota lain di wilayah regionalnya. Bahkan TPLF telah menyeberang ke regional Afar di timur dan ke regional Amhara di barat. Dua regional yang berbatasan dengan Tigray itu kini menjadi front pertempuran terbaru dalam konflik Ethiopia yang mematikan.
Melansir laman VOA News, Martin Griffiths, kepala bantuan PBB yang telah berkunjung ke Ethiopia, mengatakan bahwa sebanyak 54.000 penduduk Afar saat ini telah mengungsi akibat meletusnya pertempuan. Sedangkan di Amhara, sebanyak 200.000 orang saat ini juga menjadi pengungsi karena pertempuran yang terus berkecamuk.
Di Tigray sendiri, ratusan ribu pengungsi terancam kelaparan. Ibu hamil dan anak-anak mengalami kurang gizi akut. Jutaan warga Tigray menggantungkan hidup dari bantuan luar.
Di sisi lain, truk-truk bantuan PBB tidak bisa memasuki wilayah Tigray dalam beberapa pekan terakhir karena jalur utama diblokade. Ancaman juga terjadi kepada para pekerja kemanusiaan karena pertempuran yang kian mengganas.
Griffiths mengatakan "kami membutuhkan 100 truk setiap hari menuju Tigray untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan.” katanya. Itu adalah jumlah yang sudah diperhitungkan dan "bukan dibesar-besarkan," jelasnya kepada para wartawan saat berada di ibukota Addis Ababa. Dalam beberapa hari terakhir, Griffiths mengatakan bahwa 122 truk berhasil masuk ke Tigray.