Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. (Instagram.com/b.netanyahu)

Jakarta, IDN Times - Puluhan ribu warga Israel melakukan protes di seluruh negeri terhadap pemerintah sayap kanan selama empat minggu berturut-turut. Unjuk rasa terbaru diadakan pada Sabtu (28/1/2023), dengan para demonstran yang membawa bendera Israel di Jalan Kaplan di Tel Aviv meneriakkan "Tidak untuk kediktatoran”.

Dalam beberapa minggu terakhir, protes diarahkan terutama terhadap usulan perubahan pemerintah yang akan melemahkan sistem peradilan.

Menurut rencana Menteri Kehakiman, Yariv Levin, mayoritas di parlemen harus bisa mengesahkan undang-undang, meski melanggar Undang-Undang Dasar menurut pendapat Mahkamah Agung.

Levin juga ingin mengubah komposisi badan yang mengangkat hakim. Perubahan besar juga bisa terjadi di tangan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang saat ini dalam persidangan atas dugaan penipuan, pelanggaran kepercayaan, dan korupsi.

1. Warga Israel geram dengan kebijakan rezim Netanyahu

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sumber: twitter.com/netanyahu

Dilansir Al Jazeera, Netanyahu menuduh Mahkamah Agung campur tangan berlebihan dalam keputusan politik. Beberapa ahli telah memperingatkan akan berakhirnya demokrasi di Israel jika rencana itu dilaksanakan.

Reformasi, jika diberlakukan, akan menjadi perubahan paling radikal dalam sistem pemerintahan di Israel. Tetapi Netanyahu mengklaim bahwa dia mendapat mandat dari jutaan pemilih untuk melakukan reformasi peradilan.

Beberapa pengunjuk rasa juga mengkritik perlakuan negara itu terhadap warga Palestina.

"Tidak ada demokrasi dengan pendudukan," demikian salah satu aspirasi demonstran.

Ada protes rutin terhadap pemerintah selama beberapa minggu, dengan lebih dari 100 ribu orang muncul di Tel Aviv pada 21 Januari.

2. Israel sudah bunuh 32 warga Palestina

Editorial Team

Tonton lebih seru di