Presiden Rusia, Vladimir Putin yang ikut serta dalam upacara penandatanganan perjanjian investasi di Forum Ekonomi Internasional St Petersburg, pada 4 Juni 2021 (Twitter.com/President of Russia)
Dilansir BBC, Putin menyampaikan bahwa AS bertindak keras terhadap protes anti-pemerintah oleh sekutu regional Moskow, Belarusia, dia membalas dengan menyarankan perusuh Capitol AS diperlakukan tidak adil, Putin menyampaikan bahwa pengujuk rasa di Capitol bukan hanya perusuh atau perampok, tapi merupakan Orang-orang yang melakukan tuntutan politik.
Pada awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov juga mengkritik tindakan AS terhadap para perusuh Capitol, yang dianggap sedang "dianiaya" oleh pemerintah AS.
Sekitar 500 tersangka telah ditangkap karena kerusuhan itu, kebanyakan dari mereka didakwa memasuki atau tetap berada di gedung atau lahan terlarang. Banyak yang telah dibebaskan sambil menunggu persidangan, tetapi beberapa ditahan di sel isolasi.
Dikutip Business Insider, kerusuhan di Capitol oleh beberapa politisi Republik dianggap sebagai protes biasa. Anggota parlemen Andrew Clyde dari Georgia, misalnya, baru-baru ini menggambarkan kerusuhan itu sebagai "kunjungan turis biasa." Demikian pula, Senator Ron Johnson dari Wisconsin pada akhir Mei mengatakan serangan Capitol sebagian besar merupakan "protes damai." Republik dianggap berusaha melindungi Trump yang memicu kerusuhan setelah pidatonya. Meski ada rekaman video dan foto yang menunjukkan betapa kejamnya serangan di Capitol, tetapi Republik dianggap berusaha menutupi hal itu.
Dilansir BBC, pemimpin Rusia itu juga menegur Barat atas kritiknya terhadap tanggapan otoritas Rusia terhadap demonstrasi anti-Kremlin, termasuk pemimpin oposisi Alexei Navalny yang saat ini ditahan, dia menyampaikan bahwa pengunjuk rasa di Eropa menghadapi tanggapan polisi yang lebih keras, dengan beberapa tembakan di mata oleh apa yang dia sebut sebagai "peluru karet demokratis".
Putin tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai tembakan di mata, tapi sepertinya merujuk pada demonstran Pranci, yang dibutakan oleh tembakan peluru karet polisi selama apa yang disebut demonstrasi rompi kuning yang dimulai pada akhir 2018.