Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Rusia Vladimir Putin (ANTARA FOTO/REUTERS/Maxim Zmeyev)
Presiden Rusia Vladimir Putin (ANTARA FOTO/REUTERS/Maxim Zmeyev)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut negara-negara Barat sebagai kolonial yang arogan. Putin juga mengkritik sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

Presiden berusia 69 tahun itu mengilustrasikan sanksi ekonomi Barat layaknya ‘blitzkrieg ekonomi’, yaitu metode perang untuk melumpuhkan lawan secara cepat dengan menempatkan kendaraan lapis baja di barisan depan.

“Kami adalah orang-orang yang kuat dan dapat mengatasi tantangan apa pun. Seperti para nenek moyang, kita akan menyelesaikan masalah apa pun, sejarah seribu tahun negara kita berbicara tentang ini,” kata Putin dalam Forum Ekonomi Internasional di St Petersburg, Jumat (17/6/2022), dikutip dari Reuters.

Kendati menggunakan embel-embel internasional, tidak ada perwakilan Barat yang hadir pada acara tersebut.  

1. Putin akui berat menginvasi Ukraina, tapi dirasa perlu dan mendesak

Asap dan api membubung selama penembakan di dekat Kiev, saat Rusia melanjutkan invasi ke Ukraina, Sabtu (26/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Gleb Garanich.

Rektorika Putin mendapat tepuk tangan meriah dari para hadirin. Di saat yang sama, dia juga menegaskan kembali tekadnya untuk melanjutkan ‘operasi militer khusus’ di Ukraina.

Putin menuturkan, alasan dia mengerahkan militer ke Ukraina adalah untuk membela orang-orang berbahasa Rusia di wilayah Donbass, Ukraina timur. Alasan itu telah berulang kali disampaikan oleh Putin untuk menjustifikasi invasinya ke Ukraina.

Di sisi lain, Barat menyebut aksi Putin sebagai invasi dan upaya untuk menundukkan Ukraina.

“Dalam situasi seperti ini, dengan latar belakang meningkatnya risiko dan ancaman bagi kami, keputusan Rusia untuk melakukan operasi militer khusus terpaksa, sulit tentu saja, tetapi terpaksa dan perlu,” demikian dalih Putin.

2. Putin optimis dengan kondisi ekonomi Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan panggilan video dengan Perdana Menteri Mikhail Mishustin di kediaman resmi Novo-Ogaryovo, Rusia, pada 2 Juni 2020. ANTARA FOTO/Sputnik/Alexei Nikolsky/Kremlin via REUTERS

Kemudian, mantan agen KGB itu mengkritik AS yang seolah-olah menempatkan dirinya sebagai utusan Tuhan di bumi. Putin juga menyindir AS karena menjatuhkan sanksi ekonomi di atas premis yang salah, seakan-akan Moskow tidak memiliki kedaulatan ekonomi.

Sebaliknya, Putin percaya diri bahwa ekonomi negaranya akan terus berkembang, meskipun Barat terus menjatuhkan sanksi.

Rusia, katanya, akan terus berurusan dengan perusahaan-perusahaan Barat dan berharap aliran gas akan meningkat melalui rute-rute baru. Moskow juga akan terus memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara yang menginginkannya.

3. Korban sipil di Ukraina mencapai 10 ribu orang

Warga Ukraina mengungsi (Twitter.com/ICRC)

Terkait situasi terkini di Ukraina, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNHCHR) mengonfirmasi bahwa korban sipil dalam perang tersebut telah melebihi angka 10 ribu orang.

Mereka telah mencatat sekitar 10.046 korban sipil di negara itu, termasuk 4.481 yang tewas dan 5.565 terluka.

Ukraina menjadi korban terbanyak di wilayah Donbass timur, di mana 2.611 warga sipil tewas dan 3.103 terluka, kata kantor PBB. Donbass adalah tempat pertempuran terberat di negara yang terkepung saat ini.

Para pejabat meyakini bahwa jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team