Para demonstran Tunisia muak dengan perekonomian negara. Sumber:twitter.com/Salsabil Chellali
Sosiolog politik dari Mesir, Said Sadek, mengatakan ke VOA News, mengenai kerusuhan protes di Tunisia, yang menurutnya faktor utama kerusuhan akibat perselisihan antara tiga pemimpin tertinggi negara itu, Presiden Qais Said, Perdana Menteri Hichem Mechichi dan ketua parlemen Rashid al Ghanouchi.
Khattar Abou Diab, yang mengajar ilmu politik di Universitas Paris menyampaikan ke VOA News, bahwa penyebab kerusuhan karena kemiskinan, marginalisasi, dan keputusasaan, yang menimbulkan ketidakpuasaan warga terutama pada generasi muda mereka merasa perubahan saat ini Tunisia masih terpuruk. Ia juga menyampaikan bahwa Partai Al-Nahda dari Ikhwanul Muslimin, masih, "mencoba menjadikan dirinya perantara kekuasaan utama di Tunisia dan ingin mendirikan rezim otoriter di bawah kamuflase sistem multi-partai. Telah kehilangan sebagian besar pengaruhnya sejak jatuhnya rezim Ben Ali, bersama dengan banyak anggotanya dan sebagian besar kredibilitasnya. Mereka masih pandai melakukan manuver politik."
Saat ini perekonomian Tunisia sedang terpuruk dalam 10 tahun terakhir ekonomi terus terguncang. Tingkat pengangguran yang tinggi, penurunan standar hidup, terus menimbulkan kekecawaan pada warga. Ditambah lagi dengan pandemi virus corona yang menambah kesengsaraan ekonomi dan sosial, semakin menghancurkan ekonomi yang sangat bergantung pada pariwisata. Pembatasan interaksi yang dilakukan semakin menimbulkan ketidakpuasan warga terhadap pemerintah.
Melansir dari Washington Post, dari Januari sampai Oktober tahun lalu telah terjadi lebih dari 6.500 aksi unjuk rasa, yang sebagian besar dipicu kebijakan ekonomi dan sosial, menurut Forum Tunisia untuk Hak Ekonomi dan Sosial. Para warga Tunisia juga memandang pemerintah telah korup, tidak efisien dan ketidakpuasan terhadap kinerja polisi terutama di wilayah yang miskin mereka merasa tindakan polisi lebih keras di wilayah itu.