ilustrasi garis polisi (IDN Times/Mardya Shakti)
Melansir VOA News, tuduhan pembunuhan terhadap warga sipil di Kishishe telah dibantah M23 melalui Lawrence Kanyuka, juru bicaranya, yang mengatakan bahwa kelompok itu tidak menargetkan warga sipil dan menyalahkan tentara Kongo karena melanggar gencatan senjata 23 November.
M23 mengatakan bahwa tembakan peluru nyasar dari bentrokan menewaskan delapan warga sipil dan ada 21 anggotanya yang tewas dalam pertempuran.
Pertempuran terbaru itu pecah hanya beberapa hari setelah pemimpin RD Kongo dan Rwanda bertemu di Angola untuk menyetujui gencatan senjata. Pemberontak M23 bukan bagian dari kesepakatan, tapi sejak kesepakatan tersebut tidak ada pertempuran yang dilaporkan antara tentara RD Kongo dan M23, hingga ada laporan pertempuran terbaru pada 1 Desember.
Pembicaraan terpisah selama seminggu di Nairobi antara pemerintah RD Kongo dan kelompok bersenjata di wilayah timur dan para pemimpin regional ditutup pada 6 Desember, dengan seruan untuk lebih banyak upaya perdamaian dengan pemerintah.
M23 tidak diundang ke pembicaraan itu karena mereka menolak menyerahkan wilayah yang direbut sejak pertempuran meletus tahun lalu. Kelompok itu sebagian besar anggotanya berasal dari etnis Tutsi Kongo, yang menuduh pemerintah melanggar kesepakatan untuk mengintegrasikan mereka ke dalam tentara.
Pemberontak M23 mulai merebut wilayah pada November 2021 dan pada Oktober bergerak menuju ke kota Goma. Untuk melawan mereka RD Kongo telah dibantu pasukan negara tetangga dari Komunitas Afrika Timur.