Konvoi demonstrasi anti-kudeta di Myanmar. (Twitter.com/The Irrawaddy (Eng))
Myanmar adalah salah satu negara paling bergejolak di Asia Tenggara. Konflik secara berulang di negara tersebut telah dikhawatirkan akan menyebabkan ketidakstablinan kawasan. Sejak perang saudara pada 1988 dan krisis Rohingnya, ratusan ribu warga Myanmar melarikan diri ke negara tetangga.
Ribuan etnis Rohingnya misalnya, telah melarikan diri ke berbagai negara termasuk Bangladesh, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Kini kudeta militer yang terjadi di Myanmar juga akan semakin menambah jumlah orang-orang yang melarikan diri dari negara tersebut.
Thailand sebagai salah satu negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Myanmar telah menerima banyak pengungsi sejak perang saudara terjadi di Myanmar pada tahun 1980an dan 1990an. Thailand juga banyak menampung para pengungsi etnis Rohingnya.
Sejak virus corona mulai menyebar secara global, Thailand memperketat perbatasan termasuk wilayah yang bersinggungan langsung dengan Myanmar. Kini usai terjadi kudeta, Myanmar semakin memperketat perbatasannya.
Dalam pemantauan Deutsche Welle, ada semakin banyak kawat berduri yang dibangun di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Letnan Itthipon, dari kantor polisi Sangkhkaburi Thailand mengatakan bahwa penjaga perbatasan telah menangkap orang-orang Myanmar hampir setiap hari. Orang-orang tersebut kelelahan dan lapar dan kadang-kadang menunggu dengan sia-sia untuk datangnya para pedagang manusia.
Ratusan telah ditangkap, termasuk puluhan dari kelompok etnis Rohingya. "Kami mengirim hampir semuanya kembali ke Myanmar," kata Itthipon. Namun tindakan tersebut telah membuat Thailand mendapatkan kritik. Bill Frelick, direktur hak pengungsi dan migran di Human Rights Watch, mengatakan "pemerintah Thailand harus segera mengizinkan semua pencari suaka yang melarikan diri dari tindakan keras di Myanmar untuk mengakses perlindungan yang sangat dibutuhkan."