Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 132 orang tewas dalam operasi besar-besaran polisi di wilayah miskin Rio de Janeiro, Brasil. Aksi itu menargetkan kelompok narkoba Comando Vermelho (Red Command) dan disebut sebagai penggerebekan paling mematikan dalam sejarah negeri itu.
Awalnya, pihak berwenang hanya melaporkan separuh dari jumlah korban sebenarnya. Namun setelah protes warga pecah dan keluarga korban menggelar aksi dengan meletakkan puluhan jenazah di jalan, angka kematian melonjak dalam laporan resmi lembaga pembela publik.
Operasi bernama ‘Containment’ ini melibatkan 2.500 polisi dan tentara. Aparat menyergap para tersangka di area hutan di sekitar dua favela besar, Penha Complex dan Alemao Complex, tempat baku tembak paling intens terjadi.
Gubernur negara bagian Rio, Cláudio Castro, menyebut operasi itu sebagai hari bersejarah dalam perang melawan kejahatan. Padahal banyak pihak mengecamnya sebagai pembantaian warga miskin.
Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dikabarkan terkejut karena pemerintah pusat tidak dilibatkan dalam operasi ini. Menteri Kehakiman Brasil menyebut Lula ‘mengerikan’ atas skala korban jiwa yang begitu besar.
Tragedi ini langsung memicu gelombang protes, tekanan politik, dan kecaman internasional, termasuk dari PBB dan Human Rights Watch, yang menilai kekerasan tersebut menandakan kegagalan kebijakan keamanan di Brasil.
